Year-End Note: My Top 10 Films of 2023


Dan akhirnya, senarai film. To be completely honest, tahun 2023 ada sedikit komplikasi antara gw dan kegiatan menonton film. Keinginan nonton sebanyak-banyaknya pasti ada, tapi lebih sering timing dan mood nggak pas, jadinya lebih banyak nggak nontonnya--ini termasuk yang format rumah ya. Gw agak 'menyalahkan' situasi dunia nyata (kerja) yang beranjak normal, sehingga distribusi waktu, energi, dan emosi harus di-reset lagi. Prioritas ditinjau ulang yang dampaknya kegiatan menonton jadi berkurang, alih-alih menulis ulasannya T-T.

Biar begitu, ada sedikit hikmah positifnya, gw belajar menempatkan kembali nonton film sebagai sebuah kesenangan. Nggak pakai 'harus ini harus itu'. Nontonlah pas lagi bisa, nonton yang bisa dijangkau, nggak harus semua-semua ditonton, nggak harus semua saat ini juga. Biar nggak nambah pressure yang nggak perlu. Semoga dengan sikap seperti ini, mood nonton bisa tetap terjaga bahkan pelan-pelan meningkat. Amen.

Di samping itu, walau jumlah judulnya relatif sedikit, gw jadi lebih sering nonton di bioskop dibanding beberapa tahun sebelumnya, dan mostly gw menikmati. Alhasil, untuk pertama kalinya sejak 2019, semua butir di senarai ini ternyata hasil gw nonton bioskop! Seneng deh. 

Dengan demikian, penilaian gw dalam mengurutkan senarainya dengan sendirinya mendekati pra-pandemi, yaitu pentingnya 'cinema experience'. Karena itu, gw mau disclaim terlebih dahulu bahwa 10 film yang akan gw sebut bukan sekadar (atau malah belum tentu yang) terbaik dan terbagus di tahun 2023, tetapi yang pasti paling meninggalkan kesan bagi gw sebagai penonton, khususnya saat nonton di bioskop.

Segitu dulu curhatnya, mari kita gelar senarai Top 10 Film paling berkesan buat gw dari antara film-film yang dirilis di bioskop Indonesia sepanjang tahun 2023.



RUNNERUPS (in alphabetical order)

Dungeons & Dragons: Honor Among Thieves, dir. John Francis Daley & Jonathan Goldstein
Adaptasi yang cerdik dan self-conscious dari permainan papan fantasi nan legendaris, hasilnya dibawakan dengan ringan, humoris, namun action-nya gas.


The Flash, dir. Andy Muschietti
Terlepas pilihan artistik visual yang patut dipertanyakan, ramuan plotnya yang beda dari film-film superhero lainnya, serta suntikan humor yang asyik, membuatnya terasa segar diikuti.


Jatuh Cinta Seperti di Film-Film, dir. Yandy Laurens
Secara pribadi gw masih ada ganjalan pada perancangan visualnya, namun betapa film ini benar-benar menuangkan isi kepala semua stakeholder perfilman Indonesia dan menggubahnya jadi sajian cerita yang orisinal nan cermat.


Suzume, dir. Makoto Shinkai
Sensasinya masih tak jauh beda dengan karya Shinkai sebelumnya, tetapi pola cerita road movie dan latar pelbagai lokasi di Jepang dalam versi anime mampu memberi daya tarik tersendiri.


Wonka, dir. Paul King
Film musikal fantasi yang mudah dilahap berkat nilai produksinya yang mewah, humor yang menggigit, dan jahitan cerita yang solid, menceriakan tanpa meng-underestimate intelijensia penontonnya.




MY TOP 10 FILMS OF 2023



10. The Creator
dir. Gareth Edwards


Menampilkan pengalaman fiksi ilmiah yang orisinal, terutama dari worldbuilding--semacam mirroring dari sejarah perang-perang besar abad ke-20--dan visualnya yang sangat beres. Menyatunya efek CGI dengan lanskap natural Asia Tenggara dan Selatan memunculkan sensasi yang khas dan membumi, sembari masih menunjukkan keakbaran skalanya.




9. Oppenheimer
dir. Christopher Nolan


Ketika Nolan kembali bikin film bukan action tetapi masih memberikan pertunjukan sinematik berkelas. Film biografi yang tak sekadar menunjukkan pencapaian hebat dari tokohnya, tetapi sekaligus menyoroti sikap moral yang harus dipilih ketika tahu akibat berkepanjangan dari pencapaiannya itu. Dituturkan dengan metode yang tak lumrah, namun senantiasa berintensitas tinggi yang membuat 3 jam durasinya terasa wajar.




8. Barbie
dir. Greta Gerwig


Kreasi cerita berdasarkan mainan yang paling cerdas dan bernas perwujudannya. Seru dan memanjakan mata lewat penataan adegan dan rancang visualnya, jenaka dalam menggambarkan tokoh-tokohnya, tetapi yang paling hebat adalah pembongkaran nilai dan pandangan terhadap peran gender dan produk boneka Barbie itu sendiri yang penuh sindiran sekaligus enlightment yang dapat digali dalam.




7. Killers of the Flower Moon
dir. Martin Scorsese


Pada dasarnya sebuah kronologi 'wabah' kejahatan bermotif harta yang menimpa suku asli Osage oleh kaum kulit putih di Amerika tahun 1920-an, disampaikan dalam pendekatan perseorangan yang membuatnya terasa semakin getir, manipulasi serta pengkhianatannya makin menusuk. Scorsese tak menahan diri dalam mengeksekusi tiap adegan, dari yang brutal hingga yang emosional, serta diberkahi dengan performa mumpuni dari para pemeran, sehingga panjangnya perjalanan cerita tak terasa lamban.




6. Budi Pekerti
dir. Wregas Bhanuteja


Mengomentari pola hidup bermasyarakat yang terpengaruhi teknologi informasi, dan upaya satu keluarga dalam menyintasi tekanan-tekanan yang timbul dari satu kesalahpahaman yang tersiar liar. Karakter jamak, topik terkait yang beragam, gambaran kemungkinan-kemungkinan yang bisa terjadi di dunia nyata, atau bahkan yang agak berlebihan pun, semuanya mampu dirajut dalam tuturan yang rapi dan imbang, sehingga mudah diikuti dan membuat larut. Salut juga pada rancang latar dan audio visualnya yang bervisi, tak hanya berhenti dan bertumpu pada dialog semata.




5. Napoleon
dir. Ridley Scott


Di antara perjalanan sebagai panglima perang ke 'tahta' kaisar lalu ke kejatuhannya, terdapat dua sisi kehidupan Napoleon Bonaparte digambarkan kontras. Ada bagian medan perang yang, saking akbar dan gegap, layak jadi alasan tunggal menyaksikan film ini di layar bioskop. Di sisi lain film ini memperlihatkan juga kepribadian Napoleon yang tak mudah disukai, terlebih ditunjukkan pada pasang surut hubungannya dengan sang istri Josephine, atau perubahan suhu politik yang nggak ada elegan-elegannya, menjadikannya bak dark comedy. Film biografi yang tampak tradisional namun digarap dengan sensitivitas modern, tak terlampau informatif tetapi sangat memuaskan indera.




4. Autobiography
dir. Makbul Mubarak


Deskripsi dari pemberitaan soal film ini cukup intimidatif: relasi kuasa, paralel sejarah bangsa, dan istilah-istilah besar lainnya. Padahal yang tak kalah penting adalah film ini menunaikan tugasnya sebagai persembahan motion picture yang bertutur rapi, mendalam sekaligus mencekam. Lingkup yang kecil dari seorang tokoh penjaga rumah yang terbawa arus ambisi politik majikannya, menjadi angle yang efektif dalam membangun cerita yang non-kriptik, sehingga mudah pula untuk merasakan sisi teror psikologis dari kejadian-kejadian 'nggak bener' yang sebenarnya sering ditemui di keseharian tetapi dianggap lumrah.




3. Spider-Man: Across the Spider-Verse
dir. Joaquim Dos Santos, Justin K. Thompson, Kemp Powers


Seakan tak cukup kemunculan beragam versi Spider-Man di film Spider-Man: Into the Spider-Verse (2018), film ini lebih lagi memperluas semestanya, dan memanfaatkannya dengan sangat jeli dalam bangunan ceritanya. Semakin banyaknya variasi Spider-People dan kegilaan aneka rupa gaya animasi yang ditampilkan alih-alih mendistraksi bikin pusing, justru mempertajam alasan mengapa kisah ini harus dibuat dalam format demikian, apalagi didukung oleh karakterisasi yang lebih humanis dan emosinya lebih tergali. Mencolok tapi penuh perhitungan, energi meluap-luap tapi terkendali. 




2. The First Slam Dunk
dir. Takehiko Inoue


Lebih dari memindahkan cerita komik dalam bentuk anime, film ini merombak sudut pandang dan cara bertuturnya. Garis besar plotnya mungkin biasa saja, para protagonis bertanding bola basket dan berupaya menang. Namun, film ini memberikan sensasi imersif dari dalam pertandingan tersebut, baik dari laga di lapangan maupun apa yang dipikirkan para tokohnya. Tak hanya mampu merepresentasikan semesta kisah Slam Dunk dengan ringkas namun masih menyeluruh, film ini juga menunjukkan keberanian eksplorasi gaya bercerita, dari penulisan hingga teknik visual--bentuknya anime tapi movement-nya realis, menjadikannya salah satu film animasi yang outstanding.







1. Guardians of the Galaxy Vol. 3
dir. James Gunn


Seru, lucu, haru, tiga kata yang cukup sering jadi resep sukses sebuah film. Bagi gw, seri ketiga dan pamungkas dari Guardians of the Galaxy ini memenuhinya. Ditambah lagi film ini 'diperbolehkan' menampilkan skala yang akbar nan penuh ragam warna yang digarap dengan desain gambar dan suara yang fantastis dan berkarakter, sekaligus membawa undertone sendu sebagai salah satu faktor penentu perjalanan karakter-karakternya. Film Marvel lho ini padahal. Dengan gaya yang bisa dibilang beda sendiri, inilah entri yang paling memberi kepuasan komplet bagi gw di antara 15 tahun eksistensi film-film Marvel Studios. Dan di saat bersamaan, jadi pengalaman nonton paling wholesome buat gw di tahun 2023.  




See also:

My Top 10 Albums of 2023

My Top 10 International Songs of 2023

My Top 10 Indonesian Songs of 2023

My Top 20 J-Pop Songs of 2023

Komentar