Year-End Note: My Top 10 Films of 2022



And finally, setelah mengingat, menimbang, dan merenungkan, dari sekian film yang berhasil gw saksikan di tahun 2022 (yang juga nggak banyak-banyak amat sebenarnya), terwujudlah senarai 10 film paling berkesan buat gw. 2022 itu tahun yang nggak kalah fluktuatif mengenai kegiatan menonton film, wadah menyaksikannya pun semakin samar--bioskop dan platform media lain sama-sama giat mengeluarkan film-film baru dengan kualitas lebih kurang setara. Iklim yang makin jadi norma pascapandemi tersebut bikin gw berpikir ulang mengenai prasyarat film-film yang masuk dalam senarai gw. 

Tahun 2022 film yang tayang di bioskop jelas lebih banyak, cuma gw sepertinya belum mau let go sama film-film yang nggak kebagian tayang di bioskop, karena nyatanya bukan berarti mereka nggak layak tonton.  Jadi, untuk tahun ini gw akan meneruskan prasyarat yang gw gunakan tahun lalu. 

Film-film ini, baik dari Indonesia maupun impor, dirilis resmi di bioskop Indonesia sepanjang tahun 2022; atau film-film yang tayang di bioskop negara asalnya di rentang 2021-2022 lalu masuk resmi di Indonesia via streaming/on-demand/home video atau festival film di Indonesia di tahun 2022. Tambahan lagi, dan kemungkinan yang paling abstrak, adalah film-film yang memang hanya tersedia pertama kali via streaming/on-demand/home video, tetapi disemaikan dan diproduksi sebagai "film bioskop"--penentuannya harus dengan bolak-balik Google sih, hehe. Dengan demikian, gw beranggapan akan muncul judul-judul yang memang benar-benar memberikan kesan terbaik buat gw.



HONOURABLE MENTIONS (in alphabetical order)
*film yang tidak masuk top 10 tapi layak catat*





The Banshees of Inisherin, dir. Martin McDonagh
Komedi-tragedi berlatar pulau kecil Irlandia dengan ide cerita lain dari yang lain, unik nan presisi.

Drive My Car, dir. Ryusuke Hamaguchi
Drama dengan pemikiran mendalam tentang apa yang dikatakan/dilakukan versus apa yang dirasakan/dipikirkan.
*Gw taruh di honourable mention karena dilema status rilisnya, resminya baru 2022 di streaming Indonesia tapi udah tayang dua kali pemutaran di festival film akhir 2021 jadi yaudahlah*

Like & Share, dir. Gina S. Noer
Menyerukan kegelisahan hidup para remaja perempuan di era internet lewat penuturan yang empatik dan berani tanpa musti vulgar.

Pengabdi Setan 2: Communion, dir. Joko Anwar
Sekuel yang masih seram dan mencekam, ditambahi dengan lebih banyak set-up kreatif yang mengencangkan nilai hiburannya.

Prey, dir. Dan Trachtenberg
Olahan baru premis film Predator dengan latar dan pendekatan yang segar, seru dan menegangkan, dan sesungguhnya sangat layak masuk bioskop. 
*filmnya akhirnya hanya diedarkan via platform streaming*

The Sea Beast, dir. Chris Williams
Animasi dunia fantasi yang indah dipandang sekaligus punya hati, apalagi diisi adegan-adegan laga keren.




MY TOP 10 FILMS OF 2022



10. Before, Now and Then (Nana)
dir. Kamila Andini


Mengelaborasi kegundahan batin seorang perempuan selaku istri dan ibu. Keindahan dari segala yang nampak menjadi dipertanyakan ketika masih ada trauma yang belum tuntas serta kekhawatiran bahwa apa yang dimiliki saat ini akan hilang. Karya Kamila Andini yang paling sinergis menunjukkan citarasa artistiknya sekaligus penuturan yang tetap komunikatif.






9. The Menu
dir. Mark Mylod


Film seperti ini adalah salah satu jenis pengalaman teatrikal yang selalu menarik dinantikan. Masuk tanpa tahu pasti arahnya ke mana, genrenya saja nggak bisa ditentukan secara pasti, dan ketika segalanya diungkapkan pun masih mengesankan. Misteri-thriller-komedi ini membenturkan aneka karakter dalam situasi yang absurd, dituturkan dalam tone yang tepat serta performa aktor yang berkelas.






8. Guillermo del Toro's Pinocchio
dir. Guillermo del Toro & Mark Gustafson


Sekalinya Guillermo del Toro turun tangan langsung dalam proyek animasi sebagai sutradara, hasilnya adalah pemutakhiran kisah klasik Pinokio yang sangat berkarakter. Desain visualnya jelas luar biasa indah, dark tapi tetap cute dan berwarna, modifikasi serta pemaknaan baru dari dongeng Pinokio pun dirancang dan disampaikan dengan solid, jenaka, dan menyentuh hati.






7. Mencuri Raden Saleh
dir. Angga Dwimas Sasongko


Eksplorasi genre heist yang berbuah manis. Meminjam petikan sejarah seni Indonesia, kisah film ini dikembangkan menjadi laga penuh intrik yang dibawakan dengan enerjik, didukung oleh barisan pemain muda berbakat serta kelengkapan teknikal yang layak. Blockbuster lokal yang berani tampil beda dan memang betulan seru.






6. The Fabelmans 
dir. Steven Spielberg


Steven Spielberg tak pernah kehilangan sentuhan sinematiknya ketika menangani genre drama, dan ditambah lagi film ini diangkat dari kisah masa mudanya sendiri. Yang jelas ini bukan ajang narsis-narsisan, melainkan sebagian besarnya adalah retrospeksi dan penghormatan Spielberg terhadap keluarganya, khususnya ayah dan ibunya, yang walaupun menyimpan prahara tetap mau berjuang menghidupi anak-anaknya. Sepertinya ini karya Spielberg yang understated, namun tetap punya ciri excitement khasnya terutama ketika mereka ulang proses pembuatan film-film 'indie' pada masa kecil dan remajanya.






5. The Last Duel
dir. Ridley Scott


Interpretasi kontemporer mengenai sebuah peristiwa trial-by-combat di abad pertengahan Prancis, yang tak hanya semata-mata berfokus pada pertarungan dua ksatria dalam membuktikan dakwaan, tetapi juga memberi ruang bagi sang korban, yaitu istri salah satu dari mereka untuk bersuara. Lewat permainan perspektif pencerita yang bergantian, film ini mampu memberikan gambaran lebih utuh dari sebuah peristiwa kejahatan yang pada masanya hanya bisa dibuktikan lewat kesaksian, sekaligus menjadi peninjauan kembali natur manusia dalam memandang kebenaran yang selalu subjektif. Adegan duel pamungkas yang dahsyat pun jadi punya arti lebih dalam.






4. Turning Red
dir. Domee Shi


Salah satu film Pixar yang paling menyenangkan, fresh, dan lucu, tanpa harus menanggalkan kedalaman tema. Plotnya sederhana tapi diramaikan dengan berbagai elemen pendukung yang memperkaya. Terinspirasi dari kehidupan keluarga berlatar budaya Tiongkok di Kanada, film ini sukses menggambarkan kelakuan dan aspirasi dari generasi kini, tak hanya ke soal pergaulan dan pop culture, melainkan juga hubungan mereka dengan para orang tua, serta upaya penerimaan diri apa adanya. 






3. The Batman
dir. Matt Reeves


Kegelapan yang ditampilkan di film ini bukan soal warna gambar atau seberapa realistis dunianya, namun kini lebih ditekankan gelapnya kejahatan yang harus dilawan Batman, apalagi di sini musuh utamanya adalah The Riddler selaku pembunuh berantai dengan modus yang sakit. Action mungkin nggak sebanyak yang diharapkan, tetapi nggak mengurangi wibawa seorang Batman yang di sini harus mengerahkan instingnya sebagai detektif dalam menyelesaikan kasus. Suasana film ini memang cenderung moody ya, bahkan bisa dibilang 'emo' (ini sih gara-gara lihat smokey eyes Batman pas lepas topeng =P), tetapi ini versi Batman yang tetap punya daya tarik istimewa, dengan arc cerita yang tuntas, rancang visual yang keren, akting yang cakep, serta konsep laga yang tetap exciting.






2. Ngeri-Ngeri Sedap
dir. Bene Dion Rajagukguk


Sejujurnya gw nggak ada kesamaan dengan karakter atau jalan cerita yang disampaikan di film drama-komedi ini; orang Batak bukan, situasi keluarga juga beda. Namun, sejak film ini dimulai, gw seperti tersedot langsung dalam dunianya yang menggambarkan keluarga bersahaja di kawasan Danau Toba, dengan konflik sederhana tapi cukup signifikan, ketika orang tua (ayah) tak pernah dipuaskan oleh pilihan-pilihan anak-anaknya. Teknisnya nggak begitu spesial, namun ketulusan dan keresahan, juga ada kasih dan hormat yang tersemat dalam penuturannya, memancar begitu kuat sepanjang film sehingga banyak momen yang bikin hati bergetar dan kayak langsung menyerang ke kelenjar air mata. Gw masih belum tahu tepatnya bagian apa yang bikin reaksi gw sampai sebegitunya, yang pasti ini jadi salah satu pengalaman menonton yang paling membekas.








1. Elvis
dir. Baz Luhrmann


Dan film yang memberikan pengalaman menonton paling maksimal buat gw di tahun 2022 jatuh kepada Elvis. Film tentang musik dan showbiz sudah pasti garapan yang pas buat sutradara seperti Luhrmann. Filmnya megah, flashy, riuh, lincah, aktor-aktorya hebat, musik terus mengalun dengan selipan lagu-lagu modern meski latarnya masa lalu (biasalah Luhrmann), namun yang gw nggak expect adalah bagaimana film ini, lewat akting Austin Butler serta treatment Luhrmann, benar-benar membangkitkan pesona Elvis Presley sebagai seorang performer. Film biografi rupanya bisa lebih dari pada sekadar informasi riwayat hidup atau dramatisasi peristiwa dan karakter, di film ini ditambahkan lagi "rasa", apa yang dirasakan Elvis sehingga ia tak gentar mengejar gairahnya dalam bermusik, apa yang dirasakannya saat kesuksesannya memudar, dan apa yang dirasakan orang-orang pada masa itu dalam memandang sosok Elvis hingga menjadi legenda. Sekian lama menantikan film dengan craftmanship khas Luhrmann, dan ternyata Elvis mampu hadir lebih dari yang diduga.










Komentar