After Earth
(2013 - Columbia)
Directed by M. Night Shyamalan
Story by Will Smith
Screenplay by Gary Whitta, M. Night Shyamalan
Produced by Caleeb Pinkett, Jada Pinkett Smith, Will Smith, James Lassiter, M. Night Shyamalan
Cast: Jaden Smith, Will Smith, Zoƫ Kravitz, Sophie Okonedo
Begini yah, kayaknya selama ini kita memang sudah salah sangka dengan M. Night Shyamalan. Pelajaran yang bisa diambil dari film-film yang dibuatnya adalah bahwa jalan pikiran doski nggak sama dengan pemikiran kita-kita. Karya fenomenal yang mengangkat namanya, The Sixth Sense juga, kita kira ini film horor, eh taunya nggak juga, tapi kita suka ke-"nggak nyangka"-an itu. Lalu hal yang sama juga terjadi di Unbreakable yang ternyata film superhero, dan film alien Signs ternyata adalah film ketuhanan, tetapi itu pun membuat kita semakin kesengsem. Tapi lama-lama kita capek. The Village nggak terduga tapi nggak mengesankan, dan Lady in the Water itu dongeng anak-anak yang tidak punya "rahasia", kita mulai merasa jenuh akan harapan kita sama Shyamalan. Lalu datanglah The Happening yang ide disaster-nya brilian tetapi pengembangannya "udah gitu doang?". Sejak itu, gw memperhatikan apapun yang dibuat oleh Shyamalan selalu dianggap salah dan nista, khususnya di mata sebagian besar orang yang pernah mengaku kesengsem sama dia. Adaptasi kartun The Last Airbender, pertama kalinya dia keluar dari ranah thriller, jadi korban pertama. Setiap jengkal film ini dikutuk bertubi-tubi. Gw sendiri merasa film itu tidak seburuk yang dikatakan orang, tetapi gw mengerti, mungkin karena telanjur sakit hati Shyamalan nggak bikin macam The Sixth Sense atau minimal The Village lagi, emosi telah meracuni penilaian mereka sebagaimana sentimen negatif kita terhadap keberadaan Syahrini sampai menafikan bahwa dia sebenarnya bisa nyanyi.
Seperti seseorang yang sedang putus cinta/berpisah akan menjelek-jelekkan pasangannya di hadapan orang lain, terlalu mudah ditebak bahwa karya Shyamalan terbaru, After Earth akan dicaci maki saja dirinya bila itu bisa membuat mereka kembali bersinar dan berpijar seperti dulu kala. Tidak seperti pemikiran Shyamalan, pemikiran orang-orang ini mudah sekali ditebak. Sedangkan bagi gw pribadi, 4 film terakhir Shyamalan sebenarnya seperti skema yang, entah disengaja atau tidak, mengajar gw untuk berhenti berharap yang "aneh-aneh" pada karya-karya selanjutnya. The Sixth Sense adalah karya hebat, itu salah satu film top favorite gw sepanjang masa, tetapi mengharapkan semua karya Shyamalan seperti itu ya sama seperti mengharapkan Steven Spielberg gak usah bikin The Color Purple atau Catch Me If You Can, bikin model E.T. dan Jurassic Park aja terus. Shyamalan sendiri sudah move on dari twist-twist-an semenjak Lady in the Water, masak kita nggak? Justru ini membuat gw jadi melihat bahwa daya tarik film-film Shyamalan sesungguhnya bukan pada bagaimana cara bikin twist, tetapi bagaimana ia secara khas mempresentasikan filmnya dalam bentuk visual yang clean, simplisitik, dan mengandalkan dialog.
Karena sikap itulah, gw termasuk golongan yang bisa menikmati After Earth, film pertama Shyamalan yang emang bener-bener proyek orang lain, bukan inisiatif dirinya, which makes the concealing of his name in the film promos kind of made sense, apart from the suspicion that many thought that it would make people ilfil. After Earth lebih merupakan proyeknya keluarga Will Smith, di mana materi ceritanya disusun oleh Will Smith bersama adik iparnya Caleeb Pinkett, lalu mengedepankan putra remajanya, Jaden Smith sebagai bintang utama, dan nama sang istri Jada Pinkett juga turut tercantum sebagai produser. Plotnya sederhana, banget, tentang ayah dan anak yang selamat dari sebuah kecelakaan maut di tempat antah berantah tak berpenghuni, berusaha untuk sintas dan meminta pertolongan. Lalu kisah ini dibungkus dalam setting 1000 tahun sejak Bumi tak layak huni karena polusi sehingga umat manusia sekarang hidup di sebuah planet bernama Nova Prime. Di tengah perjalanan ke planet lain dalam rangka menuju pelatihan prajurit Ranger, Cypher Raige (Will Smith) dan putranya, Kitai(Jaden Smith) mengalami kecelakaan di planet nenek moyang mereka, Bumi. Tetapi Bumi kini sudah berubah dan tak menopang hidup manusia, dan usaha agar bisa pulang bukanlah perkara mudah.
Tidak ada twist di film ini, deal with it already! After Earth adalah kisah petualangan sekaligus fiksi ilmiah yang lurus-lurus saja, tidak ada usaha untuk memperumit atau gimana, karena memang tidak perlu. Intinya Kitai ditugaskan mencari alat SOS yang tersedia di bagian pesawat yang jatuh sangat jauh dari posisi mereka, sedangkan Cypher nggak bisa ikut karena dalam kondisi terluka. Tetapi dibilang lurus banget juga nggak sih, karena di luar kisahnya yang sederhana dan bangunan ruang yang cukup megah, film ini lebih menekankan pada hubungan antar karakter. After Earth bisa dipandang sebagai proses pendamaian dua karakter yang terikat hubungan darah. Cypher adalah jenderal Ranger yang tangguh, tegas, dan tanpa rasa takut—sehingga bisa dengan mudah melawan hewan alien Ursa yang buta tapi bisa mencium ketakutan—yang juga membuatnya jarang di rumah, dan hubungannya dengan Kitai agak distant dan kaku. Sedangkan Kitai, namanya juga ababil sok, agak krisis percaya diri melihat ayahnya sebagai sosok legendaris yang dihormati, ia ingin membanggakan sang ayah, ia ingin jadi tangguh dan dapat diandalkan oleh ayahnya padahal ia sendiri gagal lulus jadi Ranger.
Tarik napas... |
Di sisi lain gw juga memperhatikan ada perumpamaan spiritual. Bukan, gw nggak bahas Scientolo-apalah-itu, tetapi gw melihat hubungan Chypher sebagai bapak dengan Kitai sebagai anak mengumpamakan secara sederhana hubungan manusia dan sang Pencipta. How so? Yah, sekalipun Kitai harus jalan sendirian, Chypher menekankan bahwa ia selalu bersama Kitai lewat alat komunikasi, bahwa ia akan terus melindungi. Tetapi kenyataan di lapangan membuat Kitai cenderung tidak menuruti petunjuk bahkan melawan perintah ayahnya, sampai komunikasi mereka terputus setelah Kitai "jatuh". Mulai di titik ini yang bisa dilakukan Cypher adalah mengawasi Kitai secara satu arah tanpa bisa saling berkomunikasi, dan hanya berharap anaknya tahu apa yang harus dilakukan. Sedangkan Kitai yang tersesat hanya bisa berusaha mengingat-ingat apa yang sudah diperintahkan ayahnya agar dapat sampai ke tujuan dan menyelesaikan misinya. It is about trust, and also faith, sesuatu yang sesungguhnya tidak terlalu mengherankan bila mengingat Shyamalan pernah bikin Signs, dan penulis naskah Gary Whitta sebelumnya juga menulis naskah film The Book of Eli.
Gw sih nggak bisa bilang film ini jelek. Well, okay, memang Jaden Smith aktingnya datar aja, tetapi selebihnya film ini fine-fine aja. Ceritanya punya sebab akibat yang jelas, bermakna dalem, lalu ada pengarahan khas Shyamalan yang minimalis dan sunyi dibumbui beberapa momen suspense yang efektif. Beberapa konsep fiksi ilmiah dan dunia masa depannya mungkin tidak w-o-w ataupun orisinal, namun gw merasa semuanya dibangun cukup baik dan detil, dari pakaian militer yang bisa berubah warna sesuai keadaan dan juga pedang yang punya banyak pilihan bentuk, sampai ke alat makan dan aksen bahasa yang rada nyerempet British, eh pesawatnya pake warp juga loh. Penggambaran Bumi pascaperginya umat manusia juga cukup menarik, udaranya sudah berubah, hewan-hewan pun sudah berevolusi dan membahayakan manusia. Bagi orang-orang yang sudah punya praduga bersalah hal-hal ini bisa dipandang lame, tetapi buat gw ini membuktikan para pembuatnya nggak asal bikin, dan setidaknya enak dilihat.
Sekali lagi, karena gw sudah lebih rileks dalam "menghadapi" Shyamalan, pada akhirnya gw bisa menikmati karya terbarunya ini sebagaimana adanya. Gw nggak lagi berharap Shyamalan bikin film se-"pecah" trio The Sixth Sense-Unbreakable-Signs, tetapi sedikitnya lebih bagus dari The Last Airbender yang berdialog aneh dan casting-nya ble'e aja sudah cukup, dan After Earth sudah memenuhi itu. After Earth is no classic, but it is definitely bukan film busuk. Silahkan tidak suka dengan ceritanya yang sederhana banget, pacing-nya yang agak lambat dan minim action (atau menurut gw intens, lagian nggak se-slow Oblivion kemaren), konsep dunia masa depan yang tampil sekilas saja, efek visual/animasi yang beberapa di antaranya nggak halus. Silahkan. Terserah. Tetapi menghakimi (atau menurut gw menzalimi) film ini dengan bilang ancur banget adalah sebuah sikap yang....yah terserah juga sih, siapa gw ngatur-ngatur hidup eloh =P. Lagian bisa saja penerimaan gw terhadap film ini hanya karena gw memang terlalu mudah dibodohi, atau pelet Shyamalan masih berlaku ke gw, tetapi dari cerita, jalan cerita, konsep cerita, tata visual dan suara, musik dll., After Earth bagi gw adalah film yang watchable dan bahkan enjoyable. Gw suka. Setidaknya gw kali ini bisa menikmati karya Shyamalan yang nggak narsis, udah mau pake naskah orang lain (sebagian) sehingga konsen di penyutradaraan, dan nggak ikut cameo. Akhirnya.
My score: 7,5/10
saya suka review nya joss sekali. memang banyak yg belum bisa move on dr Sixth Sense :( .. kalau hangover part III bagaimana? Saya bingung, lebih baik menonton hangover atau after earth? terimakasih :)
BalasHapusHalo, Marcella, terima kasih sudah mampir, senanglah saya kalau kamu suka review-nya, semoga nanti bila nonton bisa suka sama filmnya juga =)
HapusKalau Hangover III saya memang nggak nonton karena secara pribadi udah nggak suka sejak yang pertama, hehe (kalau yang pertama reviewnya sudah ada di blog ini). Tapi kalau mencari referensi ulasan, boleh cek blog-blog tetangga yang tercantum di samping kanan blog ini, sudah ada beberapa yang mengulasnya. semoga membantu.
Cheers
Nice review nyo! Gw juga lebih ngeliat ke message-nya daripada sisi actionnya. And it has a great message. Tagline-nya aja udh nendang. And I believe everyone can relates to it : "Danger is real. Fear is a choice."
BalasHapusBtw, I believe the correct spell would be "silakan" instead of "silahkan" lho.
Iya kan? kalau menontonnya santai aja tanpa pretensi pasti bisa bakal baik-baik saja, sedikitnya bisa menangkap maksud film ini keseluruhan.
HapusOiya thanks kakak koreksinya. Akan diperhatikan di postingan-postingan terkemudian *kata apa lagi ini* =)
Nice review. Klo menurut saya, andai film ini disebut "benar2 film remaja" mungkin orang-orang akan lebih bisa nerima. Sebenarnya yg menarik tuh detail set & dekorasinya. Imajinasi futuristiknya punya 'basic concept' yg jelas dan earthy. Semua desainnya terinspirasi dari binatang laut (ikan, dll), dari desain kapal-nya, senjata, alat bantu pernapasan, dll. Keren, ngga cuma asal-asalan futuristik, desain memang selalu berevolusi, teknologi bisa berubah, tapi alam tetap ada sampai ribuan tahun ke depan dan akan terus menjadi sumber inspirasi desain.
BalasHapusterima kasih sudah mampir dan meresponi. pengamatan yang sangat menarik, saya tadinya cuma perhatikan bentuk pesawat yang kayak ikan pari tetapi dilihat lagi memang banyak hal lain yang bentuknya seperti yang anda sebutkan. mungkin ceritanya dibikin begitu sebagai pengingat akan alam planet asal mereka *sok tau* *tapi mungkin aja kan* =)
Hapusdari judulnya aja udah kayakya seru anget gituh dech gan !
BalasHapusmakasih atas ulasan menariknya mngenai film tersebut ! ^__^
terima kasih.
HapusTapi tetep waspada ya, banyak banget yang bilang jelek (mungkin saya aja yang aneh), jadi jangan pasang ekspektasi terlalu tinggi, hehe
Enjoy.