The Croods
(2013 - DreamWorks Animation/20th Century Fox)
Directed by Chris Sanders, Kirk De Micco
Story by John Cleese, Chris Sanders, Kirk De Micco
Screenplay by Chris Sanders, Kirk De Micco
Produced by Kristine Belson, Jane Hartwell
Cast: Nicolas Cage, Emma Stone, Ryan Reynolds, Catherine Keener, Cloris Leachman, Clark Duke, Chris Sanders, Randy Thom
Betapa menariknya riwayat The Croods dan orang-orang di baliknya. Dulu ketika DreamWorks mendistribusi film-filmnya sendiri, divisi DreamWorks Animation mengajak kerjasama studio animasi Inggris, Aardman Animations (yang juga bikin "Shaun the Sheep") untuk bikin film bioskop bareng. Hasilnya ada Chicken Run (2000), pemenang Oscar Wallace & Gormit: The Curse of the Were-Rabbit (2005), dan Flushed Away (2006). Ketika DreamWorks terkatung-katung sehingga harus numpang distribusi di Paramount Pictures, kerjasama dengan Aardman pun habis. Tetapi sebuah kisah berlatar zaman prasejarah hasil pemikiran aktor/komedian Inggris John Cleese dan "lulusan" Warner Bros., Kirk De Micco (penulis naskah Quest for Camelot (1998)) yang rencananya dibuat Aardman, masih dipegang DreamWorks Animation. Kisah itu kemudian dikembangkan lagi oleh Chris Sanders, si "lulusan" Walt Disney pembuat Lilo & Stitch (2002), yang pernah membuat How to Train Your Dragon (2010) untuk DreamWorks. Proyek ini pun akhirnya jadi juga dengan judul The Croods, yang jadi film DreamWorks Animation pertama yang didistribusikan oleh Fox setelah kerjasama dengan Paramount habis. Btw, untuk DreamWorks yang non-animasi, distribusinya numpang Touchstone/Walt Disney. Phew.
Dan inilah hasil akhirnya. The Croods mengisahkan keluarga Crood, satu-satunya keluarga manusia yang tersisa di masa prasejarah ketika bumi sedang mengalami gonjang-ganjing dan perubahan bentuk. Keluarga Crood yang primitif ini akhirnya memutuskan untuk mencari tempat hidup yang lebih baik agar selamat setelah diyakinkan oleh sang putri tertua, Eep (Emma Stone)—tanpa Syaifullah Fatah, lagian dibacanya "iiip". Ini karena Eep mengikuti saran seorang pemuda yang ditemuinya, Guy (Ryan Reynolds), yang penuh dengan ide-ide lebih "modern" dalam segala hal, yang tentu tidak mudah diterima oleh sang kepala keluarga Crood, Grug (Nicolas Cage). Ceritanya ya gitu aja. Maka dari itu, proses bergulirnya peristiwa demi peristiwa seiogianya ditata dengan sedemikian rupa sehingga tidak jadi membosankan. Untungnya, The Croods hasilnya tepat seperti demikian. Perjalanan The Croods featuring Guy menuju tempat baru yang lebih aman diwarnai dengan hal-hal yang seru, penuh tawa, dan pemandangan keren.
Dan di antaranya, ada juga pertentangan demi pertentangan antara Grug yang pro status quo dan Guy yang lebih open-minded. Grug masih memegang prinsip-prinsip bahwa kegelapan dan makhluk selain mereka adalah musuh, berpikir tempat tinggal yang paling aman adalah di dalam goa, "melindungi" keluarga dengan menanamkan rasa takut, mengandalkan kekuatan otot, serta semua hal yang baru sudah dicap berbahaya. Sedangkan Guy, meskipun bertubuh kering dan hanya sendirian bersama "kungkang" peliharaannya, Belt (Chris Sanders), selama ini bisa sintas karena mengandalkan akalnya dengan berbagai-bagai teknologi (tentu sesuai zamannya, 'kan ini bukan The Flinstones =p), termasuk mengatasi kegelapan malam dengan hal baru yang bernama api. Runyamnya, Eep dan anggota keluarga Crood yang lain terkesima dengan Guy dan cenderung mendukungnya, membuat Grug merasa ditinggalkan. Padahal niat dari kedua prinsip bertentangan itu sama-sama baik.
Well, metafora-metafora tentang keberadaban manusia tadi tentu akan menggirangkan para simpatisan gerakan aufklärung, tetapi jangan khawatir buat penonton yang lain, karena ya itu tadi, The Croods menampilkan segala yang dipunyainya dengan ringan dan menyenangkan. Rancang gambarnya, baik tokoh maupun lanskap, cakep dan dinamis sekali. Leluconnya dibuat lincah, fast-paced seperti gaya Looney Tunes, pokoknya sangat menghibur dan masih aman untuk keluarga. Karakterisasinya juga dibangun dengan baik, dari keluarga Crood beserta hubungan antar mereka dan kebiasaan-kebiasaan mereka (yang nyeleneh tapi masuk akal), hingga makhluk-makhluk "ajaib" yang melengkapi tema masa peralihan dan evolusi tadi. Tentang makhluk-makhluk ini gw rasa adalah satu lagi bukti kegilaan Chris Sanders setelah tokoh Stitch dan Toothless di film-filmnya sebelum ini . Di setting purba ini, doi semakin liar dengan memadukan berbagai hewan yang kita kenal sekarang menjadi makhluk-makhluk yang kelihatan grotesque tetapi tetap cute. Mulai dari paus berkaki, gajah segede tikus, buaya kecil kayak anjing, hingga yang paling menggemaskan adalah harimau berkepala gede banget berwarna mirip burung makaw. A fusion of creativity and craziness at its best.
Hewan-hewannya aneh tapi lucu ^_^ |
The Croods adalah satu lagi karya yang melibatkan Chris Sanders (tanpa bermaksud mengesampingkan Kirk De Micco) yang asyik dan layak disaksikan. Pengusungan nilai-nilai keluarga dan pembaruan digarap dengan mulus, seimbang, dan jenaka. Pun jalan cerita serta animasinya sangat menarik, didukung oleh efek visual yang keren dan musik yang menggugah. Namun demikian, sayangnya The Croods belum dapat berhasil menyentuh nurani terlalu dalam. Perubahan mood menjelang akhir tampaknya terlalu tiba-tiba, tidak semulus bagian-bagian sebelumnya. Sehingga ketika harusnya terharu, gw nggak. Tetapi dengan kerapihan cerita, imajinasi liar yang ditampilkan jenaka sekaligus apik, warna-warni memanjakan mata, dan berbagai gags yang tak pernah gagal, The Croods sudah berbuat cukup untuk berstatus memorable buat gw. Menyaksikannya dalam format 3-Dimensi pun sangat, sangat tidak merugikan.
My score: 7,5/10
Komentar
Posting Komentar