Arrival
(2016 - Sony Pictures Releasing/Stage 6 Films/Paramount Pictures)
Directed by Denis Villeneuve
Screenplay by Eric Heisserer
Based on the story "Story of Your Life" by Ted Chiang
Produced by Shawn Levy, Dan Levine, Aaron Ryder, David Linde
Cast: Amy Adams, Jeremy Renner, Forest Whitaker, Michael Stuhlbarg, Tzi Ma, Mark O'Brien
Mau filmnya katanya ada unsur action atau in this case unsur sci-fi, gw selalu mewanti-wanti diri sama film-film karya sutradara Kanada, Denis Villeneuve. Karena berdasarkan pengalaman dua film sebelumnya yang gw tonton, Prisoners dan Sicario, pertanyaan gw untuk film karya doi akan selalu sama: apakah akan se-selow dan sedepresif itu lagi? Walau terkesan suuzon, gw merasa itu adalah antisipasi yang nggak salah, gw udah agak siap jika film terbarunya, Arrival ini kemungkinan nggak akan serame atau, well, semenyenangkan film-film sci-fi Hollywood dengan tema sejenis. Dan, terbukti setelah nonton, ekspektasi itu memang ada benarnya. Tetapi, ada juga yang tidak seperti ekspektasi, yaitu bahwa gw ternyata genuinely suka sama filmnya, hahaha.
Kisah Arrival sebenarnya cukup jamak ditemukan dalam ranah fiksi ilmiah. Suatu waktu ada benda terbang tak dikenal alias UFO parkir melayang di 12 titik di bumi, dan tentu saja di dalamnya ada aliennya. Pertanyaannya mendasar saja, mereka dari mana dan mau apa, apakah bermaksud baik atau jahat. Akan tetapi, film ini sendiri dimulai dari kilasan kilat kehidupan Louise Banks (Amy Adams), yang diperlihatkan punya seorang putri yang kemudian tumbuh remaja lalu meninggal karena suatu penyakit. Dari awal aja kayaknya monsieur Denis udah ngajak berdepresi ria nih. Kisah kemudian beralih pada hari kedatangan 12 UFO itu. Louise yang ternyata adalah ahli linguistik/ilmu bahasa di universitas, direkrut oleh Kolonel Weber (Forest Whitaker) untuk membantu timnya berkomunikasi dengan para alien yang parkir di Montana, AS. Ini maksudnya bukan si Louise bisa bahasa alien ya, justru ia diberdayakan, didampingi ahli fisika Ian Donnelly (Jeremy Renner), untuk menjajaki kemungkinan berkomunikasi dengan makhluk asing itu. Ini jelas butuh waktu tidak sebentar, sementara berbagai tekanan internasional mulai menghimpit karena ketakutan pihak "lawan" akan menyerang duluan.
Dengan pakem kisah yang lebih kurang cukup basic tersebut, Arrival ternyata diramu tak seperti yang gw bayangkan. Kalau nggak ada adegan perang dahsyat lawan alien itu sih udah gw duga ya *kembali ke paragraf pertama*. Satu hal yang unik dan secara biased gw senangi, plot film ini berjalan berdasarkan fokus pada bahasa, bahwa bahasa bukan cuma perkara sampingan yang digampangkan, melainkan penghubung penting antara hidup dan mati--salah-salah malah yang terjadi perang beneran. Film ini menggunakan berbagai teori ilmu bahasa dengan mengaplikasikannya pada komunikasi antara manusia dan alien, termasuk soal konon belajar bahasa asing bisa bikin ngerti cara pikir pemakai bahasa aslinya--karena terkait budaya dan semacamnya, contohnya kita nggak bisa langsung terjemahin "a piece of cake" jadi "sepotong kue" 'kan? Gw nggak bilang semua yang digambarkan di sini real atau akurat ya, cuma ya menarik aja ada film fiksi ilmiah yang meng-highlight bahwa bahasa itu juga ilmiah, because it is.
Tentu saja film ini memakai teori-teori ilmiah lain sebagai penopang ceritanya, which is a good thing karena membuatnya bukan cuma film biasa yang ada aliennya. Dalam keadaan demikian, film ini mungkin jadi saudara spiritual dari Interstellar, namun dalam skala lebih "membumi" =P. Film ini tak hanya berfokus pada kedatangan alien, tetapi juga soal diplomasi, pengaruh media, juga sedikit politik antarbangsa, dan ternyata kehidupan pribadi Louise yang diperlihatkan di awal bukan cuma syarat perkenalan karakter semata, melainkan menambah dimensi emosional manusiawi yang terus tebawa hingga akhir film. Dari kemasannya sih film ini memang sendu--gambarnya kayak selalu mendung jam 4 sore atau menjelang maghrib baik indoor maupun outdoor, dan lajunya memang agak "membuai". Untungnya gw merasa pace film ini masih cukup acceptable karena semata-mata untuk carefully menuturkan cerita bukan banyakin gambar pemandangan kayak Sicario, paling nggak film ini masih peduli bahwa penonton ingin diarahkan pada jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang muncul di ceritanya, bukan ngelama-lamain di hal-hal lain hanya demi "membangun nuansa". Pengarahan adegannya begitu teliti, terampil tanpa ada sama sekali kesan manipulasi sok nge-twist. Ditambah lagi karakterisasinya dibangun dengan sensitivitas, mereka bukan orang-orang belagu sok pintar atau orang-orang ceroboh yang ngeselin, tetapi bisa dibuat simpatik, yang semakin ditopang oleh permainan yang prima dari aktornya.
Jadi begitulah, gw nggak kuasa untuk menyukai bahkan menikmati Arrival, berkat amunisi lengkap dari konsep, susunan cerita, penuturan, teknis audio visual, performa pemain, hingga perasaan ter-provoke saat menonton dan terkagum setelah nonton, nggak sedepresif itu ternyata. Tanpa harus gegap gempita atau sebaliknya terlalu bikin bertanya-tanya, Arrival bisa mengeksekusi semua amunisi itu dalam sebuah persembahan yang solid, utuh, dan tepat takarannya, serta menyampaikan ungkapan-ungkapan berarti tanpa pretensi. Salam buat yang suka bilang terjemahan tinggal gugeltrenslet ajah.
My score: 8/10
Mungkin fiLm ini harus jadi tontonan wajib di matkuL Dasar-Dasar Linguistik (atau Pengantar Linguistik ya namanya..? ^^; )
BalasHapusdan semacam memberi semangat bahwa belajar bahasa dan linguistik adalah harapan masa depan dunia =D
BalasHapus