Sully
(2016 - Warner Bros.)
Directed by Clint Eastwood
Screenplay by Todd Komarnicki
Based on the book Highest Duty by Chesley "Sully" Sullenberger, Jeffrey Zaslow
Produced by Frank Marshall, Clint Eastwood, Tim Moore, Allyn Stewart
Cast: Tom Hanks, Aaron Eckhart, Laura Linney, Mike O'Malley, Anna Gunn, Jamey Sheridan, Ann Cusack, Molly Hagan, Jane Gabbert, Valerie Mahaffey, Holt McCallany, Chris Bauer
Entah buat yang lain, tapi dalam pikiran gw saat dengar proyek film Sully adalah adanya potensi keakbaran dari cerita dan sajiannya. Gimana nggak, ini film menyatukan sineas sepuh tapi ridiculously produktif Clint Eastwood dan sang aktor besar Tom Hanks, kisahnya tentang pesawat kecelakaan, direkam dengan peralatan yang diperuntukkan untuk format IMAX, diangkat dari kisah nyata pula. Kalau udah gini 'kan biasanya akan dibawa pada dramatisasi bombastis serba heboh oleh Hollywood. Nyatanya, Sully tidak berkembang ke arah itu. Film ini justru disajikan sederhana apa adanya, tanpa terlalu banyak ornamen penguat rasa *vetsin kali ah*, cuma 90 menit lagi. Tetapi, itu justru makin bikin gw kepincut sama filmnya.
Kisah Sully berpijak pada sebuah peristiwa bak mukjizat tapi nyata yang terjadi di New York, Amerika Serikat pada Januari 2009 silam, ketika pesawat penumpang domestik US Airways penerbangan 1549 baru aja lepas landas dari bandara LaGuardia, lalu mengalami kerusakan total pada mesin, sampai akhirnya pilot kapten Chesley "Sully" Sullenberger (di film diperankan Tom Hanks) memutuskan untuk melakukan pendaratan darurat di atas sungai Hudson--antara kota New York dan New Jersey. Ini manuver yang nekat, tetapi pada akhirnya seluruh awak dan penumpang selamat, se-bayi-bayinya dan se-oma-opanya. Luar biasa, mengagumkan, heroik, menginspirasi, tetapi itu hanya bagian luarnya saja. Sebagaimana setiap peristiwa kecelakaan pesawat komersial, pasti diadakan investigasi oleh badan transportasi. Lah, salahnya di mana kalau semua orang di pesawat tadi selamat? Well, pendaratan pesawat di air ternyata belum pernah dilakukan (ternyata petunjuk keadaan darurat di pesawat tentang pendaratan di air itu baru sebatas amit-amit ye =_=), artinya kapten Sully sebenarnya saat itu sedang membahayakan nyawa ratusan orang dengan melakukan sesuatu yang sangat berisiko. Apalagi, analisis data menunjukkan Sully sebenarnya masih bisa memutar balik dan kembali ke bandara. Ketika di luar sana ia dielu-elukan sebagai pahlawan, di balik itu Sully terancam menerima konsekuensi terburuk dari keputusan daruratnya itu.
Atau setidaknya itulah tekanan yang dirasakan dan dipikirkan oleh Sully, dan itulah inti dari film ini. Rentang waktu film Sully sebenarnya singkat saja, hanya beberapa hari, dan plotnya bolak-balik dengan adanya flashback dari memori Sully. Menarik bahwa di balik segala kehebohan peristiwa ini di dunia nyata, film ini memilih untuk berfokus pada satu hal, yaitu kegelisahan Sully selama investigasi, dan itu ternyata tidak kalah dramatis. Gw perhatikan bahwa hampir semua, 90 persenlah, adegan di film ini adalah dari sudut pandang Sully, atau ada kehadiran Sully di sana. Yang paling kentara adalah tentang pembahasan pendaratan yang ditunjukkan beberapa kali dalam versi beda-beda. Ada versi mimpi Sully (alias versi what could've happen), lalu ada versi bagaimana Sully mengingatnya, ditambah versi pandangan orang luar seperti warga dan media yang meliput, sampai akhirnya pada detik-detik peristiwa yang sebenarnya lewat rekaman penerbangan yang didengarkan ulang. Sebagaimana memori setiap kita pasti ada yang terpotong atau terdistorsi, film ini seolah menunjukkan proses Sully untuk meyakinkan diri bahwa yang ia lakukan tidaklah salah, dan apa yang ia takutkan--sampai-sampai pihak dewan penyelidik terkesan cari-cari kesalahan dirinya--adalah berlebihan. Tetapi, he couldn't help it, dan wajar, peristiwa seperti ini, beserta dualisme dampaknya, belum pernah terjadi.
Buat gw, cerdas juga film ini dalam mengambil angle. Bukan di jalur biografi, tidak juga dalam jalur investigasi, tetapi lebih ke pergulatan hati si Sully ini. Dan, sepertinya itu pilihan yang sangat tepat, sebab selain keberhasilannya membuat "keajaiban", sosok Sully ini sebenarnya kurang menarik difilmkan, lurus banget gitu kehidupannya, hehe. Udah senior, kariernya baik-baik aja, keluarga baik-baik aja, sifat dan pembawannya juga baik-baik aja. Pembuat film ini nampaknya harus gali lebih dalam lagi tentang diri Sully yang layak untuk di-share dalam film yang merupakan dramatisasi tanpa harus ngarang tak terkendali, dan gw sih cukup puas dengan apa yang ditunjukkan di sini. Okelah ada juga sedikit upaya memunculkan nilai patriotisme khas Amerika dengan penghormatan pada semua profesi yang terlibat dalam peristiwa ini: dari pramugari, air traffic controller, nahkoda kapal ferry, polisi, pemadam kebakaran, hingga paramedis, yang menurut laporan sih memang sangat sigap karena berhasil mengevakuasi korban kurang dari setengah jam saja. But still, film ini bisa teguh pada angle cerita dari sisi psikologisnya Sully.
Di luar itu, salah satu hal yang bikin gw juga terpikat sama film ini adalah delivery dan eksekusinya yang straightforward sekali, nggak aneh-aneh, mengalir aja, namun pada saat yang diperlukan tetap bikin deg-degan. Ini keterampilan luar biasa yang gw nggak habis pikir gimana caranya dan cara menjelaskannya di sini. Gw sendiri mungkin salah satu yang sudah tahu tentang peristiwa ini dan tahu penumpangnya semua selamat, tetapi saat peristiwa itu ditunjukkan cukup detail di layar, tetep lho gw tertegun dan emosinya naik-turun karena khawatir sama orang-orang ini. Mungkin juga karena film ini saking berhasil membawakannya dengan membumi sehingga jadi kebayang mengerikannya kalau kejadian itu menimpa gw *amit-amit*. Seperti biasanya film Hollywood, di sini juga di-highlight beberapa karakter "jelata", yaitu penumpang yang jadi pinpoint penonton untuk menaruh rasa pedulinya saat bencana menimpa, tetapi untungnya juga nggak dibuat berlebihan dan nggak mengalihkan fokus cerita. Nggak ada tuh histeris-histerisan lebay, lihat-lihatan lama, orang-orang ngeselin, gambar slow motion, bahkan hentakan musik heboh, tetapi somehow dengan kebersahajaan dan keapa-adaannya, bagian-bagian film ini tetap menggetarkan buat gw. Musiknya tuh minimalis cuma pakai band jazz beberapa instrumen lho.
Bisa jadi karena opa Eastwood tuh udah sakti banget ya, sehingga tinggal pilih skenario dan aktor yang tepat maka adegan-adegan yang dieksekusinya nggak perlu dipoles menor dan rumit bisa beres dan ada rasanya, dan dikemas dengan penataan gambar yang sinematik lembut namun intens. Ini makin kelihatan di Sully, yang rentang ceritanya sangat ringkas dan hampir tanpa letupan kencang, dan bisa dibilang ringan dibandingkan misalnya dengan American Sniper atau Changeling apalagi Letters of Iwo Jima yang muatannya lebih kompleks, tetapi Sully masih bisa sanggup menggugah gw. Bahkan, menurut gw film ini lebih menggugah dari film-film si opa yang pernah gw tonton (mungkin setara sama Gran Torino). Atau juga mungkin karena selama beberapa pekan belakangan gw belum menemukan tontonan bioskop yang sememuaskan ini, jadinya Sully terasa istimewa haha. But that's still something, isn't it?
My score: 8/10
PS: Film ini 95 persen direkam dengan kamera khusus untuk IMAX (ARRI Alexa 65), dan hasilnya sangat tajam saat ditonton di teater layar raksasa IMAX. Gw puas dan senang waktu nonton di format tersebut, apalagi nggak pakai 3D, hehehe *keribetan orang berkacamata*
Komentar
Posting Komentar