My Movie Picks of March 2022

Menjelang perhelatan Oscar di akhir bulan Maret, gw jadinya terikut mencari-cari film-film nomine supaya bisa catch-up demi tetap dianggap sebagai anakpelem. Menariknya, cukup banyak film-film nomine Oscar yang tersedia secara legal dan resmi di layanan streaming negeri kita, jadi ya gw 'terpaksa' langganan, eh lalu tertarik juga nyoba film-film lainnya di platform-platform itu. Sehingga jadilah check-in tontonan gw bulan Maret kemarin termasuk banyak, mencakup yang di bioskop dan non-bioskop, dan 7 judul di antaranya sukses meninggalkan kesan. Inilah mereka...





1. The Batman
(2022 - Warner Bros.)
dir. Matt Reeves
Cast: Robert Pattinson, Zoe Kravitz, Paul Dano, Jeffrey Wright, Andy Serkis, Colin Farrell, John Turturro, Jayme Lawson, Peter Sarsgaard, Charlie Carver, Max Carver, Gil Perez-Abraham, Barry Keoghan


'Dark & gritty' kembali menjadi pilihan di versi layar lebar Batman yang ini, namun pilihan yang lebih bernyali adalah menjadikannya film thriller misteri (detektif) kriminal ketimbang mengedepankan action. Meski jatuhnya nggak ada sangkut paut sama film superhero DC manapun, gw merasa The Batman malah merangkum semua gaya film-film Batman sebelumnya: karakterisasi dan pendekatan plot seperti trilogi The Dark Knight, desain produksi gotik-gotik vintage gimana gitu seperti film-film Batman era 1990-an (dan Batman The Animated Series mungkin), serta mood emo mirip versi Justice League-nya DCEU. Durasinya memang sangat 'leluasa' =), dan dengan waktu yang ada, The Batman berhasil mewujudkan niatan-niatan kreatifnya dalam sajian berkelas dan bersensasi tersendiri, serta menjadikannya satu cerita yang utuh dan terasa lengkap sekalipun bukan kisah asal-muasal. Dan lagi, tokoh yang jumlahnya banyak itu bisa ditampilkan menonjol dalam momen masing-masing. Yang pasti film ini mencapai tujuannya dalam menampilkan Batman muda--yang masih harus memantapkan jati diri sebagai pemberantas kejahatan 'non-formal', sebuah versi yang beda lagi tetapi pantas bersanding dengan status legenda pendahulu-pendahulunya.

My score: 8/10




2. The Tragedy of Macbeth
(2021 - A24/Apple TV+)
dir. Joel Coen
Cast: Denzel Washington, Frances McDormand, Alex Hassell, Brendan Gleeson, Bertie Carvel, Corey Hawkins, Harry Melling, Kathryn Hunter, Miles Anderson, Matt Helm, Moses Ingram, Ethan Hutchinson, Lucas Barker


Mungkin biar nggak jadi adaptasi biasa-biasa, sutradara Joel Coen (kali ini tanpa saudaranya, Ethan) somehow kepikiran untuk menceritakan ulang tragedi raja Macbeth karya William Shakespeare dalam sebuah film naratif yang nyaris tanpa konteks. Set waktu dan tempat, transisi adegan, hingga ke etnografinya, dibuat ambigu dan abstrak tanpa warna--tetapi dirancang cermat ya, bukannya random suka-suka. Gerakan ceritanya otomatis sangat mengandalkan akting pemain, mirip-mirip sandiwara teaterlah. And, oh boy, akting dari 'aktor betulan' emang nggak bohong ya. Sekalipun kalimat-kalimat dialognya dibiarkan sebagaimana Shakespeare menyusunnya dulu di abad ke-17, berkat artikulasi dan emosi yang tepat, mereka sanggup tampil otentik, benar-benar tidak terasa palsu. Bahkan mendengar mereka ngomong aja bisa-bisa membius walaupun kita(/gw) nggak mudeng artinya, karena yang bercerita bukan cuma ujaran kata-kata, tetapi juga seluruh ekspresi, produksi suara, dan gestur (demi pemahaman menyeluruh, disarankan pakai subtitel Indonesia, sangat-sangat membantu =]). Sangat kagum pada hasil akhir film ini yang menunjukkan visi kreatif rada liar tapi tepat guna, berbalut visual antik dan penuturan padat nggak neko-neko.

My score: 8/10




3. Drive My Car
(2021 - Culture Entertainment/Bitters End/C&I Entertainment)
dir. Ryusuke Hamaguchi
Cast: Hidetoshi Nishijima, Toko Miura, Masaki Okada, Reika Kirishima, Park Yurim, Jin Daeyong, Sonia Yuan, Ahn Hwitae, Perry Dizon, Satoko Abe


Meski ada nama Haruki Murakami sebagai pengarang cerita, dan dibintangi Nishijima, salah satu aktor top Jepang, kalau melihat angka durasi 179 menit tetep aja bikin keder nggak sih. Tetapi, gw nggak bisa terlalu ngeluh soal itu, karena memang ada experience yang sedang ditawarkan film ini dalam deretan adegannya. Pemicu terbesar ceritanya adalah kedukaan Yusuke Kafuku, seorang aktor dan sutradara teater, setelah istrinya meninggal mendadak. Tahunan berlalu, kehidupan Kafuku tampak nggak berubah, termasuk berlatih dialog dibantu rekaman suara mendiang istri saat nyetir mobil. Ketika salah satu rutinitasnya harus di-alter, yaitu ia diwajibkan ditemani sopir selama proses latihan dan pertunjukan teaternya di Hiroshima, mulai terbukalah ruang-ruang pertanyaan kenapa rutinitas-rutinitas itu kekeuh ia lakukan sekalipun sudah banyak peristiwa besar yang menggoncang hidupya. Jawaban-jawaban memang nggak langsung dipapar, melainkan disampaikan lewat rasa yang tersirat dalam dialog dan ekspresi karakter-karakternya, khususnya Kafuku yang seolah terus berusaha bersikap refrained di dalam segala situasi. Buat gw film ini merupakan karya yang sangat admirable, menuturkan perihal upaya menahan dan membalut luka batin dengan rute yang tak biasa, tanpa bombardir melankolia ataupun histeria, namun tetap mampu mengikat.

My score: 8/10




4. Night is Short, Walk on Girl
a.k.a. Yoru wa Mijikashi Arukeyo Otome
(2017 - Toho/Science Saru)
dir. Masaaki Yuasa
Cast: Gen Hoshino, Kana Hanazawa, Hiroshi Kamiya, Robart, Kazuya Nakai, Yuko Kaida, Hiroyuki Yoshino, Seiko Niizuma, Jun'ichi Suwabe, Aoi Yuki, Nobuyuki Hiyama, Kazuhiro Yamaji, Mugihito


Alasan utama gw tertarik nonton film anime ini adalah desain karakternya yang khas karya Yusuke Nakamura, ilustrator perancang hampir semua sampul CD band Jepang favorit gw ASIAN KUNG-FU GENERATION. Tetapi, isi filmnya juga menarik ternyata. Kalau mau dibenangmerahkan, kisahnya adalah perjalanan satu malam dari seorang pemuda untuk mendapatkan hati seorang pemudi sekampusnya usai menghadiri sebuah kondangan. Hanya saja, di antara kisah romansa itu dijejali chaos comedy yang mencakup aneka pesta minum-minum, taruhan dengan makhluk gaib, sekretariat panitia pesta kampus bak markas mata-mata, rombongan teater musikal pop-up yang dikejar aparat, lelang buku lewat lomba makan pedas, hingga penularan flu ke seluruh kota. Kacau banget, dengan gaya animasi 2D yang juga abstrak sekarepnya, tetapi tetap jenaka dan hebatnya nggak pernah kehilangan pegangan pada kisah utamanya. Dan, jarang-jarang 'kan ada anime kontemporer berlatar Kyoto yang nggak harus identik dengan warisan budaya tradisional.

My score: 7,5/10




5. CODA
(2021 - Apple TV+/Pathe Films/Vendome Pictures)
dir. Sian Heder
Cast: Emilia Jones, Marlee Matlin, Troy Kotsur, Eugenio Derbez, Daniel Durant, Ferdia Walsh-Peelo


Film drama ini hendak memberikan insight terhadap sebuah situasi yang sangat mungkin luput dari perhatian, yaitu anak-anak yang lahir dari keluarga tuli. Topik besar film ini adalah pergumulan Ruby, yang ingin mengejar cita-cita seperti halnya remaja lain, namun berbenturan dengan rasa tanggung jawabnya pada orang tua dan kakaknya yang tuli dan sedang dalam masalah finansial. Dan btw, cita-citanya adalah bernyanyi, sesuatu yang nggak bisa dialami secara langsung oleh keluarganya sendiri. Penuturan film ini nggak macem-macem, alurnya lembut dan lugas layaknya film-film drama bertema keluarga. Tetapi, mungkin di situlah kehebatan tersembunyi dari film ini, menunjukkan bahwa tokoh-tokoh yang di dunia nyata dianggap disabled pada prinsipnya juga orang-orang biasa, dengan dinamika hubungan antaranggota keluarga yang nggak jauh beda dengan keluarga lain, kebetulan saja cara berkomunikasinya berbeda. Dengan penggarapan yang straightforward itulah, hati dan emosi yang terkandung dari kisahnya tersampaikan tanpa halangan.

My score: 7,5/10




6. The Worst Person in the World
(2021 - SF Studios/Memento Films/Neon/Oslo Pictures/MK2 Films)
dir. Joachim Trier
Cast: Renata Reinsve, Anders Danielsen Lie, Herbert Nordrum, Hans Olav Brenner, Helene Bjørneby, Vidar Sandem, Maria Grazia Di Meo


Film Norwegia ini mengikuti perjalanan seorang tokoh yang mungkin menjadi saripati kehidupan kaum dewasa muda terpelajar perkotaan yang banyak potensi, sekaligus banyak mau dan banyak bingungnya. Konflik dalam ceritanya bisa dibilang bersifat episodik, mengikuti lika-liku Julie menjelang usia 30 yang dalam karier maupun asmara pengennya langsung settle aja gitu, padahal pemikirannya sering berubah-ubah dan bosenan, dan bagaimana dengan watak demikian ia menanggapi senang, susah, sukses, gagal, dan sebagainya. Berkat akting apik serta penuturan humoris nan witty, film ini terasa asyik diikuti walaupun tanpa alur yang ketara banget. Serta, lumayan jadi kisah yang retrospektif bagi pemirsa yang sudah *uhuk* berumur.

My score: 7,5/10




7. Wolfwalkers
(2020 - Apple TV+/Wildcard/Cartoon Saloon/Melusine)
dir. Tomm Moore, Ross Stewart
Cast: Honor Kneafsey, Eva Whittaker, Sean Bean, Simon McBurney, Maria Doyle Kennedy, Tommy Tiernan


Goresan animasi tradisional yang khas masih menjadi andalan dari film produksi studio berbasis Irlandia, Cartoon Saloon ini. Bertutur ala dongeng, film ini mengisahkan persahabatan dua orang anak dari dua pihak bertikai: yang satu anak perempuan dari prajurit Inggris, yang satu lagi gadis kecil kaum wolfwalker dari belantara hutan Irlandia yang disebut-sebut bisa berubah menjadi serigala. Terlepas desain visual yang menggemaskan, film ini nggak sembunyi-sembunyi dalam melambangkan masa penguasaan kerajaan Inggris atas Irlandia, yang berpengaruh pada kelangsungan alam dan tradisi setempat. Meski begitu, fokus film ini tak sertamerta lepas dari kedua tokoh utama dalam memaknai persahabatan dan keluarga, sehingga film ini tetap bisa enjoyable untuk berbagai kalangan usia.

My score: 7,5/10



Komentar