My Movie Picks of September 2020

Hey ho, masih di rumah aja nih. Sebulan kemarin gw cukup menggenjot niat dalam menonton film meski hanya di rumah, dan hasilnya lumayan banyak juga yang ketonton, baik yang baru maupun nonton ulang. Dari sekian judul yang baru gw tonton, inilah yang meninggalkan kesan paling kuat.

NB: Mohon permaklumam kalau ada judul klasik muncul di sini, karena emang baru sempet nonton (secara utuh) baru-baru ini. Terima kasih *heart shape*.



1. Ilo Ilo
(2013 - Golden Village Pictures/Fisheye Pictures/Ngee Ann Polytechnic/Singapore Film Comission)
dir. Anthony Chen
Cast: Yeo Yann Yann, Angeli Bayani, Koh Jia Ler, Tianwen Chen, Peter Wee, Jo Kukathas


Film Singapura ini premisnya sederhana namun mencakup lingkup pembahasan yang cukup luas. Dari parenting, krisis ekonomi (setting-nya akhir 1990-an), buruh migran (Indonesia juga ter-mention), penyesuaian budaya, bahkan kalau mau agak woke dikit ada juga soal ego maskulinitas. Kisah slice of life yang dimulai dari kehadiran Teresa, seorang pengasuh asal Filipina yang bertugas mengurus putra kecil keluarga Lim yang cukup sering bertingkah, film ini berjalan dengan langkah pasti dari konflik-konflik kecil di dalam rumah tangga hingga ke yang besar. Konflik-konflik yang sebetulnya sehari-hari banget namun terkait erat satu dengan yang lain dan representatif terhadap latar sosial zamannya. Kedekatan itulah, di luar penggarapan dan pengarahan pemain yang terampil, yang justru menguatkan film ini dalam memainkan level emosi yang nonton. Nggak harus serba heboh namun tetap bisa nancep.
My score: 8/10




2. Easy A
(2010 - Screen Gems/Sony Pictures)
dir. Will Gluck
Cast: Emma Stone, Penn Badgley, Amanda Bynes, Dan Byrd, Aly Michalka, Thomas Haden Church, Lisa Kudrow, Patricia Clarkson, Stanley Tucci, Cam Gigandet, Malcolm McDowell


Bagi yang familier dengan film-film remaja SMA Amerika Serikat, lingkup dasar film ini kayak udah biasa banget, terutama soal pengategorian pergaulan murid-muridnya hingga ke persoalan seks. Tetapi, gw menemukan film ini mengambil sudut pandang yang cukup unik, yaitu soal prasangka. Cuma gara-gara mengaku pernah wadidaw sama anak kuliahan--padahal  nggak, Olive (Stone) jadi sasaran hujatan murid-murid konservatif, sekaligus malah dianggap cool (ya you know-lah budaya sana) oleh murid-murid lain, tapi kemudian jadi sering dimintain tolong murid-murid cupu agar Olive mengakui pernah wihiw sama mereka biar juga dianggap cool. Mulai dari hal moral, kejujuran, hingga pencarian jati diri, film ini piawai dalam menyampaikan dan mengemasnya sehingga jadi luar biasa menghibur tanpa mengerdilkan ataupun melebih-lebihkan isu-isunya.
My score: 7,5/10




3. Top Gun

(1986 - Paramount)
dir. Tony Scott
Cast: Tom Cruise, Kelly McGillis, Val Kilmer, Anthony Edwards, Tom Skerritt, Meg Ryan, Michael Ironside, Rick Rossovich, Tim Robbins


Dengan judul sangar dan setting militer, film ini rupanya lebih banyak bergerak di drama daripada action. Sekalipun memiliki sejumlah adegan adu keterampilan pesawat tempur--yang btw cukup efektif dan sangat niat mengingat era itu belum serba CGI, film ini lebih punya magnet pada jalan cerita si pilot sengak Maverick (Cruise) agar menjadi yang terbaik di akademi penerbangan elit, plus merebut hati si mbak caem yang notabene salah satu instrukturnya. Apalagi unsur politis dan patriotisme agak dikesampingkan sehingga konsentrasinya lebih ke sisi manusiawi tokoh-tokohnya. Jadi, kayak ada kesan menetralisir sisi "sangar" dari cerita-cerita militer menjadi cenderung ke romantika. Realistis? Mungkin enggak. Tetapi upaya untuk membuatnya mudah dinikmati dan menghibur terbilang berhasil.
My score: 7,5/10




4. Enola Holmes
(2020 - Legendary Pictures/Netflix)
dir. Harry Bradbeer
Cast: Millie Bobby Brown, Henry Cavill, Sam Claflin, Helena Bonham Carter, Louis Partridge, Burn Gorman, Adeel Akhtar, Susie Wokoma, Frances de la Tour, Fiona Shaw


Awalnya gw curiga bahwa keberadaan Enola Holmes cuma diada-adain, namun rupanya kreator versi film Enola Holmes punya cukup amunisi agar film perdana dari tokoh rekaan Nancy Springer tersebut jadi worth checking. Film ini dibawakan dengan riang dan ringan, pas dengan bangunan karakter Enola yang masih remaja dan pecicilan, serta pas sekali dimainkan oleh Brown yang benar-benar menggerakkan laju film ini dengan artikulasinya yang apik. Misteri yang harus dipecahkan memang bukan secara langsung perihal keselamatan umat manusia, namun film ini nggak ragu untuk memunculkan adegan-adegan berskala cukup besar yang menambah keseruan kisahnya, plus ada elemen-elemen mengenai emansipasi sehingga bisa terkoneksi dengan cara pandang di masa kini. Di luar pelbagai versi Sherlock Holmes yang sudah ada, paling tidak Enola Holmes cukup bisa tampil dengan daya tarik dan fun-nya tersendiri.
My score: 7,5/10 



Komentar