Minions
(2015 - Universal/Illumination Entertainment)
Directed by Pierre Coffin, Kyle Balda
Written by Brian Lynch
Produced by Christopher Meledandri, Janet Healy
Cast: Sandra Bullock, Jon Hamm, Michael Keaton, Steve Coogan, Jennifer Saunders, Alison Janney, Hiroyuki Sanada, Pierre Coffin, Geoffrey Rush
Despicable Me (2010)—dan sekuelnya, Despicable Me 2 (2013), adalah film animasi yang cukup punya keunikan. Pertama, film tersebut menjadikan seorang penjahat sebagai protagonis, walaupun dibuat konyol dan tetap punya hati dengan tema keluarga yang cukup kental. Kedua, tokoh-tokoh utama film itu malah kalah terkenal dari karakter-karakter pembantunya, yang disebut para minion. Dengan wujud, tingkah polah, dan bahasa yang lucu menggemaskan, para minion menjadi bintang baru di dunia animasi. Secara alamiah, peluang ini pun digunakan oleh studio animasi Illumination Entertainment untuk membuat film spin-off berjudul Minions, yang memberi tempat bagi para makhluk kuning ini tampil di depan.
Minions dikonsepkan sebagai prekuel dari Despicable Me, sekaligus kisah asal-usul dari para minion. Minions ternyata memang tercipta untuk mengabdi dan mengagumi siapa saja yang terkuat—yang biasanya adalah para penjahat. Mereka senantiasa mencari sosok-sosok demikian untuk dijadikan bos. Mulai dari Tyrannosaurus rex di zaman purba, Dracula di zaman pertengahan, sampai Napoleon Bonaparte di abad ke-19. Sayangnya, mereka sering kehilangan bos mereka karena kecerobohan mereka sendiri.
Hidup tanpa arti dan tujuan karena tak punya bos, tiga minion bernama Kevin, Stuart, dan Bob (semuanya diisi suara Pierre Coffin) melakukan pengembaraan mencari bos baru. Mereka sampai di Amerika Serikat, dan mengetahui ada sebuah konvensi para penjahat dari seluruh dunia, yang menampilkan Scarlett Overkill (Sandra Bullock), yang disebut-sebut sebagai penjahat terhebat saat ini. Tiga minion ini pun berusaha untuk menjadikan Scarlett sebagai bos mereka, meski harus melakukan syarat yang cukup berat: mencuri mahkota Ratu Inggris.
Minions adalah salah satu contoh film yang kebal kritik. Bagaimanapun kualitas filmnya, film ini tetap akan disambut ramai. Terus terang saja, cerita bukanlah bahan jualan utama dari keberadaan film ini. Illumination Entertainment (dan studio Universal Pictures) sudah tahu betul pangsa pasar properti mereka yang satu ini, yaitu anak-anak dan orang tua mereka, yang sudah pasti akan tertarik dengan hanya melihat para minion ini bertingkah di layar besar. Bagus ataupun jelek kualitasnya, yang penting eksistensi minions ini makin kuat dan terangkat lagi. Atau dalam bahasa lain, bisa jadi momentum menaikkan penjualan merchandise-nya.
Kisah asal-usul minion yang akhirnya bertemu dengan Gru (tokoh utama di Despicable Me) sebenarnya bisa selesai dengan singkat, bahkan mungkin muat dalam sebuah film pendek. Tetapi, karena value dari para minions yang sangat tinggi untuk dijual, tentu sayang jika hanya dibuat film pendek. Sayangnya, kesempatan membuat film yang lebih panjang tidak mendorong pembuatnya untuk membuat cerita yang lebih berisi.
Dengan kelucuan yang setara, film Despicable Me sebelumnya paling tidak berusaha memunculkan nilai-nilai kekeluargaan dan penerimaan antara Gru dengan kedatangan tiga anak yatim piatu. Sementara, Minions ini seolah hanya sekumpulan sketsa lawak dari para minion yang disambung-sambungkan, menghibur sesaat tanpa momen yang benar-benar layak diingat. Film ini tidak punya sesuatu yang bisa membuat para minion ini lebih disukai dari pada sebelumnya, selain tawa rutin setiap melihat kekonyolan mereka dengan humor slapstick-nya, yang sebenarnya juga tidak mengejutkan lagi.
Harus diakui bahwa beberapa kali humornya memang berhasil. Selain kelucuan minion, film ini juga menyelipkan humor mockery yang mungkin lebih mengena di penonton dewasa—khususnya bagaimana film ini membuat karikatur kebiasaan orang Inggris yang gemar minum teh dan bertutur sopan. Film ini juga dikemas dengan grafis animasi yang sangat mulus dan bersih, serta desain para karakter dan benda-benda yang menarik dan berwarna. Namun, layaknya minuman manis dengan pewarna dan gula buatan yang tidak menyehatkan tubuh, apalah artinya humor dan gambar menarik tanpa cerita dan karakterisasi yang kuat. Bahkan ketika ceritanya beranjak ke momen para minion diberi kekuasaan—dan ternyata tak sanggup karena sifat mereka adalah mengabdi—juga seakan menguap tanpa bekas.
Akan tetapi, sekali lagi, karena film ini memang jelas-jelas dibuat hanya untuk membuat penonton berbondong-bondong membeli tiket ke bioskop untuk tertawa dan merasa gemas semata, Minions tidak sepenuhnya "bersalah" atas kekurangannya. Minions berhasil secara kasat mata, menyenangkan dan menghibur ketika disaksikan, walaupun memang sensasi itu hanya sampai di sana. Film ini seperti berlalu begitu saja tanpa memberi jejak berarti, selain sugesti untuk membeli mainan dan hiasan minion saja.
My score: 6,5/10
Tulisan ini pertama kali diterbitkan di Muvila.com
Dibanding Despicable Me dan DM 2, Minions memang kehilangan sentuhan emosionalnya. Nice post, bro.
BalasHapusYeah, minion emang kurang. Ceritanya terlalu ringan
BalasHapusWajar sih karena pasarnya untuk anak-anak
Mungkin adegan paling epic pas mereka ngomong beberapa kata di bahasa Indonesia LOL
Btw, kami juga membahas tentang film
Tukeran link boleh ?
Link kami http://grabyoursnacks.blogspot.com/
Salam kenal ya, terima kasih