Screenplay by Dan Fogelman
Inspired by the fairy tale by Jacob Grimm and Wilhelm Grimm
Produced by Ron Conli
Cast: Mandy Moore, Zachary Levi, Donna Murphy, Ron Perlman, M.C. Gainey, Jeffrey Tambor, Brad Garrett
Disney kembali hadir dengan film animasi musikal bertema dongeng/fairy tale yg (seharusnya) adalah jagonya mereka. Setelah cukup sukses me-revive formula ini tahun lalu lewat The Princess and The Frog, tahun ini dirilislah kisah putri berambut puanjang, Rapunzel dengan resep tradisional Disney, hanya saja animasinya sekarang CGI meski diusahakan tetap mengandung prinsip animasi gambaran tangan. Pertama-tama jangan heran kalau judul film ini ada dua. Konon demi tak hanya menarik minat anak2 cewek doang, di USA sanah judulnya diganti jadi Tangled, sedangkan di negara lain judulnya tetep atau setidaknya mengandung unsur versi ngondeknya, Rapunzel.
Dikisahkan seorang putri kerajaan antah berantah diculik oleh seorang nenek bernama Mother Grothel (Donna Murphy), karena si nenek menemukan kekuatan ajaib di rambut emas sang putri yg masih bayi itu yg dapat membuatnya tetep muda. Sang putri diasuh layaknya anak sendiri oleh Grothel di sebuah menara tersembunyi tak berpintu atau bertangga (akses satu2nya hanya lewat jendela, naiknya pake rambut sakti Rapunzel) tanpa pernah keluar dari sana selangkah pun, dan rambutnya tak pernah dipangkas sesenti pun, dialah yang dinamakan Rapunzel (Mandy Moore). Rupanya Rapunzel tumbuh menjadi gadis cantik nan lugu namun menyimpan rasa penasaran yg besar terhadap dunia luar. Hingga pada ultahnya yg ke-18 ia meminta pada sang "ibu" untuk memperbolehkannya keluar untuk melihat secara dekat cahaya beterbangan nun jauh di sana yg anehnya hanya muncul di hari ulang tahunnya setiap tahun. Grothel jelas menolak mentah2 permintaan Rapunzel dengan dalih bahwa dunia luar sangat berbahaya apalagi jika tau kekuatan ajaib pada rambutnya.
Namun takdir mempertemukan Rapunzel dengan pencuri bernama Flynn Rider (Zachary Levi) yang bisa aja masuk ke menara Rapunzel saat sedang kabur dari kejaran penjaga istana. Rapunzel lalu punya akal “menggunakan” Flynn agar bisa kabur dari menara, dan dimulailah petualangan keluar rumah Rapunzel dan bunglon kesayangannya, Pascal bersama dengan Flynn yang sok keren itu demi melihat cahaya “ulang tahun” yang notabene adalah festival lentera memperingati ulang tahun putri kerajaan yang kini hilang. Tentu saja petualangan mereka tak lengkap tanpa pengejaran Mother Grothel yang tak mau melepas Rapunzel, serta pengejaran pihak berwajib (dan kuda genius Maximus ^_^) terhadap Flynn yang telah mencuri mahkota raja.
Kalau mau jujur Rapunzel memang cukup setia dengan pakem fairy tale Disney, sehingga gak ada sesuatu yang benar2 baru. Ada putri cantik, ada “pangeran tampan”, ada tokoh jahat, ada kekuatan ajaib, adegan nyanyi2, ada tokoh hewan komikal, dan akhiran happily-ever-after. Pun film ini sudah menjabarkan motivasi dari setiap tokoh dengan jelas dari awal, tidak ada rahasia atau twist, endingnya mudah sekali tertebak, hanya saja anehnya tetap membuat gw enjoy menonton filmnya hingga akhir. Mungkin itu disebabkan oleh storytelling/penyampaiannya yang lebih segar, baik dari segi dialog maupun rangkaian adegan. Dari awal saja sudah ketahuan si narator bodor adalah si Flynn, menjadi semacam statement bahwa film ini akan agak berbeda dari dongeng putri2an masa lalu yang kebanyakan took-themselves-too-seriously. Humor2nya tidak terlalu maksa dan lebih updated, lucu juga lah. Namun yang paling terasa adalah intensitas ceritanya yang lebih baik jika dibandingkan The Princess and The Frog yang menurut gw terlalu terburu-buru. Duo sutradaranya dengan bijak mengatur ritme cerita, yang aksi dan lucu2 dibuat cepat, yang emosional dibuat lebih lambat, efeknya membuat ceritanya jadi lebih meresap, bahkan sanggup juga membuat adegan yang lumayan berefek shocking di bagian menjelang akhir.
Bagusnya Rapunzel ini juga adalah menghindari karakterisasi yang terlalu stereotipikal. Rapunzel sang “putri” memang cantik dan multitalented (nyanyi, lukis, masak, ngomong ama hewan ^_^;) tapi kenorakan dan ke-ababilan-nya saat keluar kandang pun diperlihatkan dengan kocak. Flynn juga bukan pangeran yang eksistensinya hanya “menyelamatkan dan menikahi sang putri”, melainkan seorang kriminal yang clueless dan agak jauh dari kata charming. Lalu si “ibu jahat”, walaupun memang jahat, tapi tidak bisa dibilang sepenuhnya jahat sama Rapunzel, karena ia membesarkannya sebagai anak sendiri dengan segala kasih sayang, kebutuhan dan “kenyamanan” meskipun hanya ilusi karena ada maunya.
Jadi Rapunzel a.k.a. Tangled ini gw bilang sukses dalam melaksanakan misinya menyuguhkan sebuah tontonan yang segar nan bercitarasa klasik dan dapat dinikmati segala umur dan juga jenis kelamin (dan tidak terlalu kekanak-kanakan). Meski tidak baru dari segi jalan cerita dan lelucuannya belum bisa bikin ngakakgulingguling, serta lagu2nya yang (walau terdengar indah) tidak terlalu memorable, Rapunzel tetaplah film yang menghibur dan berkualitas mulai dari teknik animasi, pengisi suara, dan gambar keseluruhan. Gambarnya tuh cakeeep banget dengan kesan “lensa” berembun (ini istilahnya apa ya?) dan warna2 yang indah (terutama warna2 hijaunya), apalagi pada adegan festival lentera yang memanjakan mata. Special credit for the background artists/layout/art directors atau apapun sebutannya buat yang bertanggung jawab atas keindahan dunia Rapunzel. Disney masih ada, bung!
My score: 7,5/10
Komentar
Posting Komentar