Silence
(2016 - AI Film/Sharpsword Films/IM Global/Verdi Production/Paramount)
Directed by Martin Scorsese
Screenplay by Jay Cocks, Martin Scorsese
Based on the novel by Shusaku Endo
Produced by Martin Scorsese, Emma Tillinger Koskoff, Randall Emmett, Barbara De Fina, Gaston Pavlovich, Vittorio Cecchi Gori
Cast: Andrew Garfield, Adam Driver, Liam Neeson, Tadanobu Asano, Yosuke Kobusuka, Issey Ogata, Shinya Tsukamoto, Ciarán Hinds, Yoshi Oida, Nana Komatsu, Ryo Kase, Béla Baptiste, Asuka Kurosawa
Filmnya Martin Scorsese hampir selalu jadi sesuatu yang wajib disimak, dan kalau ditambah dengan sebuah topik yang provoking, dari materi sumber cerita yang juga terkenal, makin nggak ada alasan untuk nggak menyimaknya. Silence diadaptasi dari novel Jepang--dengan judul asli Chinmoku--yang diterbitkan pertama kali tahun 1966, dengan cerita berlatar belakang masa ajaran Kristen dilarang di Jepang dan penganutnya dieksekusi, sekitar abad 17-an alias masih zaman Edo, berarti Jepang sedang dikendalikan pemerintahan militer shogun dan para daimyo. Dari kedengarannya saja ada vibe berbeda dari film Silence ini, terutama karena menceritakan bagian sejarah yang kelam dan--mau nggak mau--akan membahas soal agama, atau at least tentang para penganutnya. Ini jelas bukan materi sembarangan, sekaligus agak tricky. Topik agama berpotensi nggak selaku film-film sekuler Hollywood, di saat yang sama film-film bertema agama yang diproduksi sineas Hollywood nggak selalu bisa diterima oleh kaum religius yang mungkin lebih terbiasa dengan film religi yang "baik-baik". Yang jadi ujian utama dari film Silence adalah bagaimana memposisikan diri.
Rodrigues (Andrew Garfield) dan Garupe (Adam Driver), dua pastor asal Portugal dari ordo Yesuit--bagian dari gereja Katolik Roma, memutuskan untuk berangkat ke Jepang demi mencari kebenaran kabar bahwa mentor mereka, Ferreira (Liam Neeson) telah menyatakan murtad di depan pemerintah setempat. Kala itu Jepang masih negara tertutup dan tengah dalam upaya untuk menekan ajaran Kristen dengan menganiaya para misionaris maupun umatnya. Rodrigues dan Garupe berhasil menyusup ke sebuah desa di sekitar Nagasaki (pulau Kyushu), dan melihat langsung kesulitan hidup para umat Kristen setempat--disebut dengan Kirishitan--di pedesaan yang harus menjalankan ibadahnya sembunyi-sembunyi. Sembari berusaha melayani kebutuhan keagamaan dalam berbagai keterbatasan, kedua pastor juga harus disembunyikan mengingat adanya "sayembara" pemerintah dengan imbalan uang bagi rakyat yang menangkap penganut Kristen, bruder, atau pastor--yang most likely adalah orang-orang asing dari Eropa jadi bakal ketahuan banget kalau muncul di depan umum. Pencarian mereka terhadap Ferreira tak berhenti, tetapi mereka tak bisa meninggalkan umat yang sedang sangat butuh bimbingan mereka. Hanya saja, keadaan tak henti memaksa mereka untuk menyerah saja.
Gw kebingungan mau mulai dari mana untuk mengulas Silence, saking banyak yang bisa dibahas dari filmnya saja, belum soal latar sejarah dan budaya dan segala macam. Oke, mulai dari hal yang pasti-pasti deh. Film ini menampilkan akting prima dari semua pemainnya, nilai produksi yang majestic, sinematografi yang tak hanya indah tapi juga kawin dengan cerita dan feeling yang hendak disampaikan, I mean, it is Scorsese's movie after all. Itu saja sebenarnya sudah cukup alasan film ini harus ditonton. Namun, kalau diperhatikan, Silence nggak seperti Scorsese yang biasanya, setidaknya di film-film bikinannya di era milenium. Meski masih saklek soal desain produksi yang detail serta tema cerita yang agak keras, di sini gw melihat sebuah kelembutan. I know rite, dari sutradara yang bikin film model The Departed hingga The Wolf of Wall Street, Scorsese memutuskan untuk bertutur lebih kalem, nggak nggrasa-nggrusu, seakan sedang bilang setiap langkah cerita ini perlu disampaikan dengan saksama, mungkin seperti gayanya di era 1970-an—padahal gw pernah nonton cuma Taxi Driver haha. Walau begitu, bukan berarti film ini sehening judulnya. Dalam kelembutan bertutur itu, kegelisahan dan cekam itu tetap dapat dirasakan, bahkan begitu hebat. Ingat bahwa film ini berlatar orang-orang yang dianiaya karena imannya, yang ditekan untuk mengingkari prinsip dan keyakinannya sendiri. Jenis-jenis penyiksaan nan sistematis itu diperlihatkan di sini, yang tak jarang menimbulkan rasa sesak sekalipun darah sedikit yang mengucur.
Berhubung gw juga berlatarbelakang iman yang sama—walau "agama"-nya beda =), kisah-kisah aniaya karena memegang teguh iman cukup sering diperdengarkan, toh dalam sejarahnya memang kerap terjadi sejak awal mula Kristianitas ada. Sekian waktu, kisah-kisah ini jadi semacam kerutinan yang terkadang keanggap ('dianggap' tapi dalam arti nggak diniatkan =P), yah, rutin saja, dan hanya ditekankan pada ending-nya bahwa iman yang teguh adalah kemenangan dan iman yang goyah adalah kejatuhan. Di permukaan, khususnya bagi umat Kristen, Silence bisa jadi sebuah refleksi yang lebih gamblang, bahwa pernah terjadi yang separah itu as recent as the 17th century Japan. Namun, bukan hanya itu dimensi yang dimiliki Silence. Film ini bukan kisah perihal mukjizat atau kemartiran atau straight up inspirational semata, karena pada intinya film ini ingin mengupas soal "faith", iman, yang kayaknya belum ada yang membahas prosesnya seintens dan sedilematis yang dipersembahkan di sini.
Tokoh Rodrigues dan Garupe menjadi representasi karakter yang teguh pada idealisme tentang iman, namun tiba-tiba langsung dihadapkan pada situasi nyata di luar bayangan mereka. Keyakinan mereka menyatakan Tuhan pasti punya rencana terbaik, juga percaya bahwa pada hakikatnya kematian adalah keuntungan. Tetapi, ketika semua penderitaan itu satu per satu harus disaksikan di depan mata dan dialami sendiri, keyakinan seakan tak cukup untuk menguatkan hati, atau dalam gambaran klasik, kerap memaksa untuk keluarkan kalimat "Di mana Tuhan?". Apalagi, dalam kasus Rodrigues dan Garupe, dilema mereka tak lagi sesederhana ditangkap dan dihukum mati, that would relatively be the "easy" part. Melainkan, mereka diberi pilihan antara membiarkan umat yang mereka pimpin tersiksa hingga mati, atau mereka berdua menyerah, mengingkari iman mereka—dengan cara menghina atribut keagamaan di depan semua orang, maka umat akan dibiarkan hidup. Ini bukan lagi soal diri sendiri, tetapi sudah menyangkut lebih banyak orang—dan ini memang taktik yang dilakukan pemerintah Jepang saat itu untuk menghilangkan Kristianitas di negeri mereka. Dan, kalaupun salah satu pilihan itu akhirnya diambil, bagaimana kemudian relasi mereka dengan Tuhan, yang jadi alasan utama mereka di sana in the first place?
Gw nggak kuasa untuk kagum pada Silence, bukan hanya dari segi teknik filmis yang nyaris tanpa cela—durasi 2 jam 40 menit itu terasa padat beserta naik-turun emosinya padahal musik latar juga sedikit, tetapi juga caranya dalam menyampaikan topiknya dengan makna dan rasa, serta statement yang universal. Memang film ini mengambil kisah tentang penganut Katolik, namun kita juga tahu tekanan menyangkut keyakinan terus terjadi di berbagai belahan bumi. Film ini pun nggak menyederhanakan pihak sini baik dan pihak sana jahat, namun lebih kepada "pertarungan" dua prinsip yang berbeda. Pihak penguasa Jepangnya sendiri digambarkan simply menjalankan hukum yang berlaku, dan gimana caranya targetnya tercapai. Yang cukup menarik buat gw, film ini nggak terlalu membahas sebab musabab ajaran Kristen dilarang di Jepang saat itu, argumen yang dikemukakan dalam satu dua adegan di film ini juga tergolong abstrak, seolah-olah hanya mengulang briefing dari pihak atasan. Gw ingin menangkap ini sebagai simbol bahwa persoalan yang gini-gini ini seringnya nggak ada alasan jelasnya, selain "pokoknya nggak" aja.
Membahas peristiwa demi peristiwa dan karakter demi karakter di film ini bakalan panjang banget, termasuk adanya elemen cerita yang paralel dengan kisah-kisah dalam kitab suci umat Kristen. Akan tetapi, seperti gw bilang di atas, film ini pada akhirnya lebih membahas tentang sikap terhadap iman itu sendiri, dilihat dari berbagai segi. Dari yang "ideal", yang menolak, yang mengingkari, yang sebentar ingkar sebentar balik lagi, hingga yang meragu. Dan, bukan soal mana dari mereka yang paling bener. Gw sendiri paling suka pada gagasan bahwa film ini melontarkan tanya di mana posisi iman bagi tiap orang, dan bagaimana perwujudannya. Cukupkah dengan dengan ritual dan atribut keagamaan, atau harus lebih, atau memang nggak akan pernah cukup? Babak demi babak yang terjalin kuat, keterampilan sinematik kelas tinggi, performa akting emosional, serta ide besar yang diusungnya, semuanya disajikan tanpa berputar-putar, langsung ke poinnya, namun tetap menggugah dan memunculkan keindahan bertutur di antara deretan dilema, pain, dan kefrustrasian.
My score: 8,5/10
dari mafia Goodfellas, Pialang saham gila harta Wall street, sampai ceramah di Silence Hampir semua filmnya tk pernah mengecewakan. Apalagi masih bnyk project filmnya Scorsese dan semuanya patut ditunggu
BalasHapusyes, jaminan mutu kalau kata Baygon =D
HapusMenurut anda film ini termasuk Oscar snub ga kemarin ? Cuma satu nominasi di Best Cinematography ckck
BalasHapusSecara teknis sih film ini bukan disnub (yang dalam pengertian gw snub itu kesannya sengaja dibuang), tapi kalah vote sama yang lain aja, hehe.
HapusTetapi emang kiprah Silence agak sepi di awards season, jarang yang ngomongin dan jarang jadi nomine atau pemenang di ajang2 penghargaan Hollywood sebelum Oscar, dan ini cukup ngaruh. 7000 voters Oscar itu terkadang hanya memperhatikan dan menonton film-film yang banyak diomongin atau dibuzz, seringnya dilakukan dengan sering muncul di event2 atau acara TV atau sebar berita apa kek di media-media Hollywood sesering mungkin--dan istilahnya memang "kampanye". Kalau kalah buzz, kemungkinan besar niat voters Oscar untuk nonton juga kecil. Satu hal ini memang risiko sistem voting di Oscar, tetapi di sisi lain ini memang salah strategi distributornya yang kurang mengencangkan buzz film ini, sehingga agak terlupakan di ajang penghargaan seperti Oscar. Plus, filmnya juga ternyata nggak box office (lagi-lagi kyknya distributornya kurang niat promosi) sehingga makin nggak diomonginlah
begitu kira-kira menurut saya =)