Cek Toko Sebelah
(2016 - Starvision)
Written & Directed by Ernest Prakasa
Produced by Chand Parwez Servia, Fiaz Servia
Cast: Dion Wiyoko, Chew Kinwah, Ernest Prakasa, Adinia Wirasti, Gisella Anastasia, Tora Sudiro, Budi Dalton, Yeyen Lydia, Dodit Mulyanto, Adjis Doaibu, Awwe, Arafah Rianti, Yusril Fahriza, Ayuncadel, Asri Welas, Liant, Gita Bhebhita, Edward Suhadi, Abdur Arsyad, Sylvester Aldes, Nino Fernandez
Di tengah booming-nya stand up comedy, terutama yang masuk TV dan film dalam 5 tahun belakangan ini, Ernest Prakasa adalah salah satu comedian yang paling gw sukai materi-materinya. Waktu dia diajak Starvision untuk bikin film—menulis, menyutradarai, dan membintangi—Ngenest yang dirilis di ujung tahun 2015 lalu, itu juga turned out to be film komedi Indonesia yang paling gw favoritkan dari antara yang dibuat oleh rekan-rekan sejawatnya. Menurut gw, selain film ini punya cerita yang fokus, tema yang diangkat itu riil dan matters, bukan sekadar ketawa-ketiwi belaka atau angkat hal-hal remeh yang dibuat seolah-olah deep-deep gimana gitu. Nggak terlalu lama kemudian, Ernest hadir lagi dengan film Cek Toko Sebelah, sebuah komedi drama dengan cerita orisinal yang lagi-lagi menurut gw punya tema dan premis cerita yang intriguing.
Berfokus pada sebuah keluarga etnis Cina di Jakarta, Koh Afuk (Chew Kinwah) adalah pemilik toko sembako Jaya Baru yang sudah cukup berumur, dan juga sudah cukup lama ditinggal wafat oleh sang istri. Ingin segera pensiun, tiba saatnya Koh Afuk merasa harus mewariskan usahanya itu kepada salah satu dari dua putranya, yang sama-sama sudah besar dengan kehidupan sendiri-sendiri. Rupanya, Koh Afuk lebih rela bila tokonya itu diwariskan ke si putra bungsu, Erwin (Ernest Prakasa), yang kariernya justru sedang naik di bidang bisnis perusahaan multinasional, ketimbang si sulung Yohan (Dion Wiyoko) yang kini bekerja sebagai fotografer freelance, dan punya sejarah bermasalah di keluarga. Harapan Koh Afuk pun kemudian berbenturan dengan keengganan Erwin dan kenggakterimaan Yohan akan keputusan ini.
Topik mewariskan usaha di keluarga etnis Cina--bahkan kepada anak yang "sekolah tinggi-tinggi sampai luar negeri"--sudah cukup sering gw dengar. Karena itu, film Cek Toko Sebelah menjadi semacam insight buat gw tentang bagaimana pergumulan yang dihadapi di dalamnya sampai muncul kisah-kisah semacam itu. Situasi keluarga yang di-present dalam film ini pun bisa dibilang langsung akan relate dengan banyak orang, baik yang mengalami langsung atau yang menyaksikan di sekitarnya, atau mungkin paralel dengan keadaan banyak keluarga dalam konteks berbeda. Dimulai dari bagaimana orang tua memandang anak-anaknya, atau anak-anak memandang orang tuanya, saudara memandang saudaranya, hingga diangkat pula kenapa usaha yang "cuma" toko sembako itu penting bagi masing-masing mereka.
Kalau gw lihat penuturan Cek Toko Sebelah ini terbagi rata antara kisah Yohan dan kisah Erwin yang sesekali bersinggungan dengan situasi ayah mereka dan tokonya. Bangunan karakterisasinya juga menurut gw sangat realistis sekalipun memang dramatis. Si Yohan yang serabutan dan sempat bandel banget serta pernikahannya dengan Ayu (Adinia Wirasti) yang berdarah Jawa membuat hubungannya dengan Koh Afuk jadi dingin, ingin membuktikan diri bahwa dia sudah move on dan layak dipercaya. Erwin juga kehidupannya tampak lancar-lancar saja sampai permintaan ayahnya tercetus dan cukup mengancam masa depan kariernya yang lagi bagus-bagusnya dan hubungannya dengan kekasihnya, Natalie (Gisella Anastasia). Namun, yang menurut gw sangat baik digambarkan di film ini adalah gw jadi nggak pro atau pun kontra ke Yohan atau Erwin. Ketika mengikuti kisah mereka masing-masing, gw merasa yang manapun ngurusin toko Koh Afuk ya nggak masalah, I sympathized with them both, apalagi ini bukan cuma soal toko, tetapi juga soal langkah membangun kembali ikatan sebagai keluarga. Untuk yang ini, gw angkat jempol.
Nah, dengan bangunan cerita yang demikian kuat dan pretty much serius, Cek Toko Sebelah hendak mengangkatnya dalam kemasan komedi. Karena itu, dimasukkanlah berbagai dialog dan adegan komedik, terutama oleh ramainya penampilan komedian dan stand up comedian yang mengisi berbagai peran dan situasi, paling banyak sebagai pegawai toko Jaya Baru. Tak hanya itu, unsur komedi juga disisipkan ke parodi nama produk dan perusahaan XD. Terus terang gw sangat terhibur dengan sisi komedinya, materinya emang beneran lucu dan disampaikan dalam timing yang tepat pula, sehingga filmnya juga nggak melulu berada di sisi dramatis dan melankolisnya. Bisa jadi ini film Indonesia sepanjang tahun 2016 yang bikin gw ketawa paling banyak, humornya banyak yang cocok sama gw.
Namun, hubungan antara sisi drama dan komedi inilah yang menurut gw sedikit problematik. Dari segi penuturan, film ini sebenarnya berhasil menyeimbangkan antara lucu dan haru dengan baik, saat adegan serius pun humornya bisa masuk dengan cara yang sopan. Hanya saja buat gw ada satu hal yang missing sehingga komedi dan dramanya tidak selalu terintegrasi mulus. Gw rasa ini berangkat dari temanya yang sebenarnya sangat serius untuk dijadikan komedi, apalagi ini menyangkut pride dan kultur. Berbeda dengan Ngenest yang temanya serius tetapi ironically di situ juga titik lucunya—seorang keturunan Cina yang nggak mau jadi Cina, Cek Toko Sebelah lebih berupa cerita drama serius yang ditambahi komedi. Nggak ada masalah dengan itu, namun perlakuannya juga harusnya bisa lebih baik. Ketika ada suatu titik Yohan dan Erwin berbaikan demi tujuan bersama, eksekusinya kayak kurang believable untuk satu permasalahan yang terbilang serius, terlalu komikal, atau paling nggak terlalu cepat, nggak seperti yang gw expect dari karakter mereka. Menurut gw ini penyebabnya cuma satu: kedua karakter utamanya nggak dibuat lucu sejak awal. Beneran, Yohan dan Erwin adalah dua karakter yang sangat serius. Kalau nggak ada para komedian di sekitar mereka, mungkin film ini bakal jadi drama betulan. Padahal kalau keduanya dibuat agak gesrek sedikit aja mungkin kekomikalan di titik tersebut akan lebih mudah diterima. Atau, dan ini sih pe-er banget emang, harus dicari cara lain yang lebih sesuai dengan karakter serius mereka tetapi situasinya tetap harus lucu. Seandainya ada waktu lebih dalam penggarapannya, gw rasa sih bagian ini bisa banget diperbaiki.
Meski demikian, buat gw Cek Toko Sebelah tetap mampu memberikan tontonan menghibur dan bermakna. Dari cerita yang menurut gw begitu orisinal serta permasalahan yang riil dan actually penting, diangkat menjadi film yang mudah diterima oleh banyak kalangan. Dan, mungkin yang paling menarik buat gw adalah melihat beyond the story, yang menunjukkan bahwa Ernest berpotensi jadi filmmaker yang diperhitungkan, minimal di penggarapan cerita. Performa pemainnya juga oke, terutama Dion dan Chew Kinwah plus para komedian yang mampu memberi impresi setiap muncul di layar, walau memang beberapa saat terasa terlalu fanservice-ing dengan durasi lawak yang extended. Desain produksinya jauh lebih baik dari Ngenest, serta mampu memberikan penekanan di momen drama dan di komedinya dengan oke, sehingga filmnya terasa dinamis sekaligus berisi. Malahan, jika memang mau, menurut gw film ini menunjukkan Ernest bisa saja suatu saat menggarap cerita film drama atau mungkin black comedy. Looking forward to that.
My score: 7,5/10
Komentar
Posting Komentar