Warcraft
a.k.a. Warcraft: The Beginning
(2016 - Universal/Legendary Pictures)
Directed by Duncan Jones
Screenplay by Charles Leavitt, Duncan Jones
Based on thhe video game series created by Blizzard Entertainment
Produced by Thomas Tull, Jon Jashni, Charles Roven, Alex Gartner, Stuart Fenegan
Cast: Travis Fimmel, Paula Patton, Toby Kebbell, Ben Foster, Ben Schnetzer, Dominic Cooper, Rob Kazinsky, Daniel Wu, Ruth Negga, Anna Galvin, Clancy Brown, Burkely Duffield, Glenn Close
Mengadaptasi video game ke dalam bentuk film layar lebar sebenarnya cukup riskan. Sebab, pada dasarnya film menghilangkan salah satu kenikmatan utama dari video game, yaitu kendali yang dipegang pengguna atau pemirsanya. Karena itu, mengadaptasinya ke film naratif butuh kejelian, agar mampu mengeluarkan daya tarik yang minimal setara dengan memainkan game-nya walau kendali ada pada si pembuat film.
Film Warcraft—dengan judul lengkap Warcraft: The Beginning—adalah contoh yang tahu aspek apa dari game-nya yang dapat diangkat jadi cerita film. Beruntung bahwa seri game Warcraft sendiri berdiri atas cerita, karakter, dan konsep universe yang memang menarik untuk difilmkan.
Seri game Warcraft yang dimainkan dengan perangkat komputer adalah permainan strategi perang antarkubu, melibatkan makhluk-makhluk fantasi, sihir, dan rupa-rupa taktik. Alih-alih membuat sebuah film yang disederhanakan menjadi baik melawan jahat, film arahan Duncan Jones ini berani mengangkat kompleksitas sebuah peperangan. Malahan, pihak yang disebut 'protagonis' dan 'antagonis' sama-sama ada di masing-masing kubu, dengan motivasi dan tujuan tersendiri.
Inti utama kisah Warcraft adalah awal mula peperangan antara manusia dan makhluk yang disebut orc. Orc memang tampak mengerikan, baik dari tampang, bentuk dan ukuran tubuh, sampai segala sesuatu yang mereka pakai dan gunakan. Apalagi, setelahnya mereka menyeberang ke negeri Azeroth yang dihuni manusia, mendudukinya demi memberi ruang bagi sekutu kaum orc yang disebut Horde untuk pindah dan menetap di sana. Jika melihat hanya dari sisi ini, akan wajar bila penonton yang manusia akan lebih membela kaum manusia, dan anggap orc sebagai agresor yang jahat.
Akan tetapi, film ini justru dibuka dengan perkenalan tokoh Durotan (Toby Kebbell) dan istrinya, Draka (Anna Galvin), sepasang orc yang ditampilkan simpatik. Sejak awal seolah-olah penonton diajak untuk tidak menghakimi mana pihak yang harus dibela hanya dari tampilan luarnya. Durotan menjadi pemandu penonton untuk melihat bahwa kepindahan para orc ke Azeroth punya alasan, mereka juga berhak untuk bertahan hidup, mengingat negeri asal mereka di ambang kematian. Yang jadi masalah adalah kedatangan mereka difasilitasi oleh orc penyihir bernama Gul'dan (Daniel Wu) dan ilmu sihir mautnya yang disebut Fel.
Fel adalah sihir kegelapan terkuat, namun butuh nyawa makhluk hidup sebagai 'bahan bakar'-nya. Gul'dan memutuskan untuk mengambil nyawa manusia-manusia di Azeroth sebagai bahan bakar yang paling tepat untuk membuka gerbang dimensi selama mungkin, agar seluruh kaum orc bisa pindah ke negeri yang hijau dan permai itu. Tetapi, Durotan menyadari bahwa sihir Fel itulah yang selama ini membawa kehancuran, dan tinggal menunggu waktu kaum orc akan jadi korbannya. Ia pun bertekad Gul'dan harus dihentikan.
Secara silih berganti, penuturan Warcraft juga menunjukkan sisi kaum manusia di Stormwind, salah satu kerajaan di Azeroth—keseluruhan negeri ini tampak dihuni oleh beberapa kaum termasuk dwarves dan elves. Dalam posisi bertahan, panglima perang bernama Lothar (Travis Fimmel) ditunjuk Raja Llane (Dominic Cooper) untuk mengatasi serangan kaum orc. Tertangkapnya seorang budak kaum orc, Garona (Paula Patton) dimanfaatkan oleh Lothar untuk mencari tahu maksud kedatangan para orc dan cara menghentikan serangan mereka.
Di sisi lain, seorang penyihir muda bernama Khadgar (Ben Schnetzer) menemukan bahwa kehadiran para orc dibantu oleh Fel, sihir maut yang dilarang keberadaannya di Azeroth. Situasi ini membuat raja harus memanggil kembali penyihir sakti yang dijuluki The Guardian, Medivh (Ben Foster). Khadgar sendiri kemudian menemukan sebuah kejanggalan dari cara orc bisa sampai ke Azeroth, negeri yang selama bertahun-tahun hanya dilanda perdamaian.
Terlepas dari materi sumbernya yang berasal dari video game, film Warcraft rupanya tampil cukup beda dari film-film bergenre epic fantasy yang sudah ada. Memang gambaran dunia dan makhluk-makhluknya lagi-lagi terinspirasi mitologi Eropa kuno—seperti yang dipopulerkan dalam franchise The Lord of the Rings. Namun, Warcraft mampu tampilkan dengan intrik cerita dan karakter yang tidak sederhana, tetapi tetap menarik, sembari memperkenalkan tentang 'mitologi'-nya sendiri. Ini mencakup konsep sihir yang digunakan kedua kubu serta detail budaya dan tata cara hidup yang diterapkan masing-masing kaum.
Sebenarnya semua hal yang diperlukan untuk mengikuti dan memahami kisah Warcraft sudah tersedia dalam sekitar 120 menit durasi film ini. Namun, mungkin masih terlalu singkat untuk muatan cerita film ini yang cukup kompleks. Memang dimaklumi, sebagai film dengan brand baru, durasi yang terlalu panjang akan tampak kurang menarik bagi penonton yang baru kenal. Tetapi, dengan banyak hal yang harus disampaikan dan diperkenalkan, sedangkan waktu yang dipakai hanya sampai dua jam, film ini tak bisa langsung ditangkap dan dicerna seluruhnya dalam satu waktu, akibat penuturannya yang gegas di banyak titik.
Beberapa momen yang berpotensi menarik jadi terkesan sambil lalu. Ini terutama terlihat dari kurangnya atmosfer genting dari serangan orc terhadap Azeroth. Sebagian besar tokoh hanya membahas dampaknya, ketimbang penonton melihat sendiri kengerian dan kepanikan yang timbul. Sempitnya waktu makin tampak di paruh akhir, ketika keputusan-keputusan penting dari para tokohnya harus berbagi jatah dengan penuturan sisa mitologi yang masih harus diperkenalkan, sementara pertarungan besar sudah di depan mata. Akibatnya, banyak adegan dalam bagian ini yang harusnya bisa emosional, menjadi kering.
Meski begitu, bukan berarti Warcraft kehilangan daya tariknya sebagai sebuah tontonan yang menghibur. Film ini tetap mampu menampilkan berbagai kemegahan adegan, khususnya adegan perang dan pertarungan, yang dibantu dengan tata visual effects kelas wahid serta iringan musik yang hidup. Banyaknya selipan humor yang tak menghentikan laju cerita dan berada di titik-titik yang tak terduga juga mampu memercikkan kesegaran di balik plot besar peperangannya. Paling tidak film ini masih tahu cara bersenang-senang ketimbang anggap segala sesuatu terlalu serius layaknya serial Game of Thrones, misalnya.
Yang akhirnya jadi bagian istimewa dari film Warcraft adalah konsep dunia dan ceritanya mampu menjadi bahasan yang menarik, setara atau bahkan lebih dari pada membahas teknologi sinema yang dipergunakan. Kecanggihan animasi CGI-nya jelas memukau, terutama ditunjukkan dari ekspresi hidup dari tokoh-tokoh orc yang dimainkan lewat teknologi motion capture. Tetapi, yang lebih penting film ini sudah menjalankan tugasnya memperkenalkan sebuah dunia yang baru, dan menyampaikan cerita dan karakter dalam dimensi yang cukup berbeda, tidak sekadar mengekor yang sudah ada.
My score: 7/10
Tulisan ini pertama kali diterbitkan di Muvila.com
Yang membuat game warcraft ini tetap exsis dan melegenda sampai sekarang adalah banyaknya character yang keren serta ability masing" dari character tersebut. Namun gak banyak yang bisa dimasukkan kedalam cerita. Ras manusia sendiri punya beberapa hero yang bagus dalam battle .. Apalagi orc... Tapi mengingat ini film bakal ada lanjutannya "saya yakin itu"... Semoga ada penggalian lagi terhadap macam" character dari game menjadi film... At least... Set armor dari ras human keren.. Moga aja ada battle" yang bakal menarik
BalasHapus