Whiplash
(2014 - Sierra Affinity/Sony Pictures Classics)
Written & Directed by Damien Chazelle
Produced by Michel Litvak, David Lancaster, Jason Blum, Helen Estabrook
Cast: Miles Teller, J.K. Simmons, Paul Reiser, Melissa Benoist, Austin Stowell, Nate Lang
Kesan inspiratif harus dibuang jauh-jauh dari Whiplash, sebuah
film independen Amerika Serikat yang ditulis dan disutradarai Damien Chazelle.
Premisnya memang "cuma" tentang seorang pemuda yang berusaha keras
menggapai impiannya di dunia musik. Tetapi, proses menuju ke sana tidak bisa
dikatakan inspiratif, apalagi memotivasi. Sebab, untuk menggapainya, tokoh
utama kita harus membangkitkan sisi gelap dari dirinya.
Dari set up-nya, Whiplash sangat simpel dalam bertutur. Film
ini tidak membuat kehidupan tokohnya ribet hanya untuk menambah dramatisasi.
Sang tokoh utama, Andrew (Miles Teller) adalah drummer berbakat di sebuah
sekolah musik (fiktif) Shaffer Conservatory di New York. Ia anak tunggal dari
keluarga berada. Yang disebut "keluarga" pun hanyalah sang ayah (Paul
Reiser). Ia tak punya beban apa-apa, tak ada nasib yang harus diubah, hanya ada
cita-cita jadi yang terhebat. Memang ada taruhan lain, yaitu hubungan cintanya
dengan Nicole (Melissa Benoist), tetapi itu pun tak terlalu menambah beban
cerita film ini.
Keseluruhan film ini hanya ingin bercerita tentang Andrew,
pemuda 19 tahun yang ingin jadi drummer jazz terhebat. Bagi Andrew, itu bisa
digapai bila ia berada di bawah ajaran Fletcher (J.K. Simmons), pengajar paling
killer di sekolah itu. Itu saja. Tetapi, dari sana pun dramatisasinya tetap
bisa dihidupkan. Sebab, satu orang Fletcher saja sudah merupakan perwujudan
segala macam hal yang mungkin bisa jadi penghalang bagi Andrew. Ajaran keras
Fletcher yang tak ragu memaki dan tak ingin dibantah benar-benar menguras emosi
Andrew, bahkan membuatnya perlahan jadi orang yang berbeda.
Apa yang ditampilkan di film Whiplash mungkin agak asing
bagi kita di Indonesia, yang terbiasa melihat para musisi bisa sukses dan kaya
hanya lewat teknik-teknik sederhana yang dipelajari otodidak. Bahkan, mungkin
konsep "pendidikan musik" akan lebih diasosiasikan dengan kursus dan
ekstrakurikuler ketimbang sekolah tinggi. Memangnya ada orang yang begitu
kerasnya ingin jadi pemusik sampai stres, berkeringat, dan berdarah-darah,
serta harus tahan ajaran keras menyerempet bullying dari pelatihnya?
Jawabannya, bisa saja, setidaknya menurut film ini.
Whiplash pada dasarnya mengajak penontonnya menyelami sisi
terdalam dari Andrew, khususnya sebagai musisi bercita-cita besar. Andrew
memang bukan orang yang paling sosial, tidak bisa dibilang ramah, dan itu pula
yang menyebabkannya tak punya teman. Namun, itulah yang membuatnya makin
terobsesi untuk jadi yang terhebat. Ia tak mudah terima jika dirinya diremehkan
atau disaingi, apalagi menyangkut dunia musik yang jadi kebanggaan
satu-satunya.
Kebanggaan itu pun makin timbul ketika ia diajak masuk band
jazz asuhan Fletcher. Siapa yang tak bangga, Fletcher si dosen killer malah
memberi pujian pada bakat Andrew. Namun, tentu saja itu tak bertahan lama.
Kebanggaan yang terangkat itu malah dijatuhkan dengan cepat oleh metode
Fletcher yang keras. Semakin Andrew berusaha keras, semakin tak akan pernah
cukup bagi Fletcher. Kebanggaan itu berganti jadi kebencian, menggerogoti
Andrew dan berimbas orang-orang terdekatnya yang tidak banyak itu. Padahal, di
sisi lain, cara mengajar Fletcher tampaknya tidak sejauh itu pengaruhnya bagi
anggota band lain. Mungkin masalahnya ada pada Andrew?
Fokus Chazelle pada apa yang dirasakan tokoh Andrew
terbilang sangat menarik. Ia menunjukkan bahwa tanpa hal-hal bombastis pun,
sebuah film tentang seseorang menggapai cita-cita juga tetap bisa mengaduk-aduk
emosi. Tidak ada yang terlalu dilebih-lebihkan di sini, hanya proses Andrew
berlatih dan bermain drum, ditabrakkan dengan karakter Fletcher yang menggemblengnya
tanpa ampun. Well, ada sedikit aksesori tambahan seperti tangan berdarah-darah
dan kecelakaan, tetapi semuanya hanya untuk menunjukkan betapa besar tekad
Andrew.
Hal yang juga menarik adalah bagaimana film ini memaksimalkan
sesi latihan dan pertunjukan di panggung untuk adegan-adegan pentingnya,
termasuk di adegan pamungkasnya. Lagi-lagi sebenarnya tidak ada yang berlebihan
atau menyimpang secara logika dari adegan-adegan itu, tapi tetap punya dampak
luar biasa lewat intensitas dialog dan gestur, serta permainan emosinya. Ini
terutama dibantu oleh performa bagus dari Teller (yang memang punya dasar
bermain drum) dan Simmons. Seolah-olah, ketika Simmons sebagai Fletcher
mendamprat Andrew, penonton juga ikut tertampar. Ketika Andrew berlaku ceroboh,
penonton bisa ikut waswas.
Ditambah kemasan audio visual yang lincah—serta alunan musik
jazz yang asyik, akan sangat mudah untuk menikmati Whiplash dari awal hingga
akhir. Sebuah film yang sederhana, clean and simple, tak terlalu banyak bicara,
tak terlalu panjang lebar juga. Tetapi, bisa langsung mengena berkat
keterampilannya dalam mempermainkan emosi, menuturkan plot, dan memasukkan unsur
black comedy tanpa merusak mood keseluruhan filmnya.
Problem film ini cuma satu, yaitu dari permukaan mungkin kurang
bisa menarik minat orang banyak. Premisnya terdengar sangat tidak istimewa,
seseorang belajar main musik dari guru galak. Apalagi, jenis musik yang
diangkat di sini adalah jazz, yang bisa dikatakan punya segmen tidak terlalu
luas. Dan, tentu saja, anggapan "main musik kok begitu amat?" mungkin
masih menimbulkan keraguan bagi beberapa orang untuk coba menonton film ini.
Padahal, isi filmnya sendiri sanggup mematahkan keraguan itu.
Well, mudah-mudahan fakta bahwa film ini masuk lima nominasi
Oscar tahun ini (Best Picture, Best Adapted Screenplay, Best Film Editing, Best
Sound Mixing, dan Best Supporting Actor untuk Simmons), juga menang penghargaan
tertinggi dari juri dan penonton sekaligus di Sundance Film Festival tahun
lalu, bisa cukup meyakinkan lebih banyak orang untuk menyaksikannya. Menyaksikannya
entah untuk menikmati ceritanya, performa pemainnya, atau pun musiknya. Semoga
bukan untuk terinspirasi Andrew.
My score: 8/10
Tulisan ini pertama kali diterbitkan di Muvila.com
Suka banget sama kalimat terakhir review ini, "Semoga bukan untuk terinspirasi Andrew"
BalasHapusHahaha...
Secara pribadi, suka banget sama filmnya :)
I. Freakin'. Love. This. One.
BalasHapus'Nuff said.