Killers
(2014 - Nikkatsu/Guerilla Merah Films/XYZ Films)
Directed by The Mo Brothers
Written by Timo Tjahjanto, Takuji Ushiyama
Produced by Yoshinori Chiba, Kimo Stamboel, Shinjiro Nishimura, Takuji Ushiyama, Timo Tjahjanto
Cast: Kazuki Kitamura, Oka Antara, Rin Takanashi, Luna Maya, Ray Sahetapy, Epy Kusnandar, Ersya Aurelia, Mei Kurokawa, Dimas Argobie
Mendengar proyek film Killers ini, gw cukup excited. Ini sebuah film kolaborasi Jepang-Indonesia--bukan sekadar numpang syuting ye--dan digarap oleh The Mo Brothers, yang sebelumnya sukses dengan horor slasher Rumah Dara. I think Rumah Dara is a good movie, atau setidaknya a very well-made one, dan menjadi salah satu film Indonesia era milenium yang paling ikonik, setidaknya di genre-nya. Dan komentar barusan datang dari seseorang yang nggak suka nonton horor *nunjuk idung sendiri*. Setelah karya yang terbilang sukses, tentu ekspektasi tinggi untuk karya selanjutnya tak terelakkan. Tetapi, ketimbang bikin perulangan, Mo Brothers yang terdiri dari TiMO Tjahjanto dan KiMO Stamboel ini (yep, they're not actually brothers, fyi. Certainly not related to Agnez Mo) justru bikin sesuatu yang cukup berbeda di film panjang keduanya. Kalau Rumah Dara itu gore galore, Killers mungkin hanya memuat separuh dari unsur tersebut.
Premis Killers memang terdengar cukup sakit. Di Tokyo, ada seorang pria Jepang (Nomura, diperankan Kazuki Kitamura) yang gemar membunuhi wanita, merekam detik-detik kematiannya dalam video--dan dia punya alat editing yang oke *sirik*, lalu meng-upload-nya di sebuah situs mirip YouTube versi lebih sakit jiwa. Lalu jauh di Jakarta, ada seorang wartawan (Bayu, diperankan Oka Antara) yang hidupnya kacau balau akibat terintimidasi oleh politikus korup, dan ketika bapak-bapak muda seusianya diam-diam suka nonton bokep di internet, Bayu justru diam-diam gemar menyaksikan video-video yang di-upload Nomura. Somehow, hal ini akan mempengaruhi mereka berdua.
Sekali lagi gw bilang, jangan samakan Killers dengan Rumah Dara. Rumah Dara itu adalah horor tembak langsung. Killers adalah jenis film yang...err...tidak mudah diserap dengan segera, apalagi daya tangkap gw emang agak slow......se-slow laju filmnya, hehe. But, beberapa saat setelah selesai nonton, otak gw akhirnya sanggup memetakan apa yang terjadi dalam 2 jam 10-an menit durasi film ini. Dengan mengusung genre psychological thriller, Killers ini lebih ke karakter, khususnya dua karakter utamanya, Nomura dan Bayu, yang sama-sama killer, tetapi dengan jalan berbeda. Sedikit demi sedikit gw mendapat pencerahan tentang adegan demi adegan yang ditampilkan sepanjang film ini, setelah pas nontonnya gw masih meraba-raba apa maksud dan tujuan semuanya.
Gw pun rasanya harus "memandang" film ini sebagai kisah dua karakter berbeda dengan plot berbeda. Nomura itu seorang pembunuh rutin yang, yah, pokoknya sakit aja. Harga yang ia harus bayar adalah ia akan selalu sendirian. Ia nggak bisa berteman dengan orang "normal", yang nggak tahu "indah"-nya menghabiskan nyawa orang lain. Tetapi ia kemudian melihat Hisae (Rin Takanashi), yang menaruh adik laki-lakinya yang autis di tengah jalan biar ketabrak--tapi nggak jadi. Nomura seakan melihat seorang teman dalam diri Hisae, seorang yang diam-diam punya naluri membunuh yang besar...demi kasih sayang (What? Yea, kayak gitulah).
Lalu ada kisah Bayu, sebuah kisah sudah jatuh tertimpa tangga with so many reasons to kill, sedikit banyak terpancing naluri pembunuhnya gara-gara hobi melihat video-video anuan. Gw bilang gitu karena si Bayu pun jadi ikutan meng-upload video orang-orang yang mati dibunuhnya. Sejak pembunuhan pertamanya yang tak disengaja, Bayu membiarkan berkembangnya insting untuk menghabisi orang-orang yang membuat hidupnya kacau, termasuk orang-orang dari politikus korup yang selalu mengintimidasinya. Tetapi, Bayu kurang memperhitungkan risiko bahwa orang-orang yang ia cintai juga bisa ikut terseret. You see, tindakannya Nomura dan Bayu itu sama, tapi motivasinya jauh berbeda.
Yang mengaitkan mereka ternyata nggak kalah menarik. Video-video Bayu mendapat perhatian dari Nomura. Again, gw pikir di sini Nomura seakan menemukan seorang teman, atau lebih parahnya lagi, seorang penerus. Nomura kemudian membimbing Bayu untuk meng-embrace naluri membunuhnya. Sedikit problem, Bayu itu depresi, bukan punya "kelainan" seperti Nomura, apa pun yang dilakukan Bayu tidak akan serapih Nomura. Naluri nggak tegaan pun muncul juga di Bayu, dan inilah yang bikin geram Nomura, sehingga ia meng-confront Bayu langsung (ini bukan spoiler ya, wong jelas-jelas aktor Jepangnya sempet ikutan syuting di Jakarta kok =p).
Ide tentang membunuh karena pengen (dan karena "cinta") vs membunuh karena tekanan, juga soal kesendirian, soal setiap manusia punya potensi violent di mana pun lingkungannya, atau tentang susahnya cari temen yang sejalan sepikiran *hehe*, menurut gw adalah hal-hal yang paling mencuat dari film ini, bahkan lebih dari adegan-adegan sadis lumayan bikin ngilu yang ditampilkan. So, yea, gw suka dengan ide dan apa yang disampaikan film ini, tetapi not so much dengan cara penyampaiannya, mungkin terlalu moody buat gw. Akan tetapi, setidaknya Mo Brothers di sini lagi-lagi menunjukkan bahwa mereka sanggup merancang dan menata adegan-adegan dengan kualitas tinggi, termasuk menata akting para tokohnya. Gw seneng sekali dengan penampilan aktor-aktor Jepangnya yang tidak terlalu "film banget", berbeda dengan akting yang sering gw lihat di film-film atau sinetron-sinetron Jepang. Ini khususnya Kazuki Kitamura, yang dengan tampang "rada antagonis"-nya berhasil men-tone-down kegilaan tokoh Nomura dengan berperilaku dan berbicara senormal mungkin, sehingga tidak jatuh jadi komikal. Great performance.
My score: 7/10
Komentar
Posting Komentar