True Grit
(2010 – Paramount)
Written for the Screen and Directed by Joel & Ethan Coen
Based on the novel by Charles Portis
Produced by Scott Rudin, Joel Coen, Ethan Coen
Cast: Jeff Bridges, Hailee Steinfeld, Matt Damon, Josh Brolin, Barry Pepper
Denger2 bahwa True Grit adalah film garapan Coen bersaudara yang paling "normal", gw jadinya tertarik sama film koboi2an yang juga menerima banyak sekali nominasi Oscar 2011 kemaren ini—film ini juga salah satu korban awal krisis film impor di bioskop2 kita Februari-Maret lalu, padahal udah ada poster coming soon-nya, pret lah. Selama ini gwudah pernah nonton beberapa film Coen bersaudara (Fargo, O Brother Where Art Thou?, Intolerable Cruelty, The Ladykillers, No Country For Old Men) dan selalu saja merasa ada yg mengganjal sambil garuk2 kepala terhadap cara mereka bercerita, humor kering, juga pace-nya yang cenderung alon2 dan sunyi. Meskipun dengan excuse keliahian karakterisasi, akting, sinematografi dan filosofi yang terkandung (which is memang benar), tetep aja selalu ada yg rasanya aneh dan reaksi "apaan sich?" setiap nonton film mereka, maklum deh saya kan bukan penonton yg pintar2 amat, gak pernah minum tolak angin soalnya *krik*. Kembali ke True Grit, gw juga bukan termasuk penggemar film berseting "western", namun itu tadi, dengan "janji" bahwa film yg juga pernah dibuat pada tahun 1969 dengan bintang legenda film koboi, John Wayne ini akan lebih "universal" (nama Steven Spielberg di posisi produser eksekutif cukup menguatkan janji itu) dan limpahan penghargaan yg diterimanya, hayuk aja atuh.
There is nothing free except the grace of God. Demikian mungkin prinsip yang dipegang gadis 14 tahun, Mattie Ross (Hailee Steinfeld) yang hendak menuntut balas terhadap Tom Chaney (Josh Brolin) yang telah menembak mati ayahnya serta membawa kabur seekor kuda dan sepasang keping emas batangan. Dengan determinasi yang (terlalu) menggebu, Mattie berhasil menyewa marshal Reuben "Rooster" Cogburn (Jeff Bridges), orang yang dirasa paling tepat untuk memburu Chaney —hidup atau mati, bahkan ia ngikut dalam perburuan ini padahal si marshal urakan bermata satu itu udah dengan segala cara mencegahnya, ditambah lagi bergabung dengan mereka adalah seorang Texas ranger, Mr. LeBoeuf (Matt Damon) yang juga mencari Chaney yang ternyata emang penjahat kambuhan untuk kejahatannya yang lain—dan dengan nama alias lain—di wilayah Texas. Dan...yah begitulah ceritanya =D. Memang sesimpel itu. Ya oke ada lah halangan dan tantangan dalam mencari jejak Chaney, tapi ya intinya kan demikian: apakah bakal ketemu atau enggak, bagaimana ketemunya, dan apa yang Mattie dkk lakukan kalau nemu si penjahat. Sebuah kisah balas dendam yang familiar.
Film ini sedikit mengingatkan gw sama No Country For Old Men yang juga tentang kejar mengejar, tetapi True Grit ini memang lebih sederhana dengan hanya berfokus pada sudut pandang si penuntut balas: Mattie dengan dua oom2 yang mendampinginya. Meski demikian, seperti film yg gw sebut itu pula, True Grit lebih mengedepankan tokoh daripada keseruan proses pengejarannnya. Gw bilang begitu karena memang tampak sekali Coen bersaudara memberi perhatian khusus pada adegan2 yang menunjukkan watak dan relasi antar tokohnya *eh, kok jadi kayak tugas makalah sastra gini kalimatnya...oh, well*. Tokoh utamanya, sekaligus penceritanya adalah Mattie Ross, sejak awal sudah ditunjukkan bahwa dalam usianya yg tanggung, ia sudah punya pendirian yang gigih, kaku, keras dan tegas, seakan nggak hormat sama yg lebih tua, menunjukkan kedewasaan prematur akibat paksaan keadaan. Lihat saja adegan tawar menawar dengan seorang pedagang ketika ia berusaha menjual kuda2 yg diurus ayahnya padahal barangnya sedang dibawa kabur sama Chaney (!), dan diiyain aja saking si pedagang udah gerah sama ke-rese-an Mattie, =D. Begitu juga dengan adegan Rooster yang bersaksi di pengadilan, ketahuan bahwa meskipun resminya seorang penegak hukum, ia lebih sering memakai metode main tembak aja, tapi nggak merasa salah, malah banyak ngelesnya =D. Begitu juga dengan LeBoeuf yang lebih by-the-book tapi emosinya juga cepat naik, apalagi sama Mattie yang "nggak-mau-dibilangin" sama orang tua.
Menarik bagaimana tokoh demi tokoh ini muncul, bagaimana cara sutradara menanamkan dengan baik keberadaan tokoh2 tersebut pada benak penonton lewat adegan2 dan dialog2 yang mendetail, sebagaimana yang gw lihat dilakukan Coen bersaudara di film2 mereka sebelumnya—yang membuat ritme film agak lamban. It still works, though. Meski trio kita ini sepertinya bukan formula yang akur—Rooster yang gayanya santai, jorok, cerewet, tapi bisa diandalkan; LeBoeuf yang cool dan setia pada prinsip walau tak selihai Rooster dalam hal kewaspadaan; dan Mattie yang pengennya Chaney itu mati aja bagaimanapun caranya, meski kadang tak berdaya terhalang usianya yang belia—namun pada akhirnya ketiganya sukses bahu membahu dalam menumpas orang2 jahat yang kemudian muncul. Ikatan itu jadi tidak terasa muncul tiba2, tetapi memang terjalin secara natural dalam suka duka perjalanan mereka yang diwarnai "adaptasi" yang kadang mengundang tawa kering (khas Coen juga, walau nggak aneh2 amat kali ini). Apa yang menjadi tujuan misi mereka di awal menjadi tidak sepenting kepedulian penonton (gw) terhadap apa yang akan terjadi pada mereka sesudahnya. Honest. Ketika karakterisasi dan penampilan Josh Brolin sebagai Chaney dan Barry Pepper sebagai Ned Pepper (okay, pas banget namanya ^_^;), kepala geng bandit yang kemudian merekrut Chaney, tampak pas2 saja sebagai antagonis khas western, namun performa brilian dari Jeff Bridges, Matt Damon dam terutama Hailee Steinfeld (yg saat syuting film ini masih berusia 13 tahun) lah sendi vital bagi keberhasilan film ini, yang menjadi katalis perhatian dan kepedulian penonton terhadap karakter mereka (ehem, mulai belajar bikin review pake kata2 ajaib nich, hehehe).
In the other hand, pengemasan True Grit tidak melulu terpaku pada tokoh, karena aspek aksi pun tidak loyo. Klimaksnya cukup efektif dan beberapa adegan kekerasannya pun dibuat intens dan pas timingnya meski belum bisa dikatakan "seru" menurut gw. Segala yang ditampilkan di layar memang menambah kenikmatan dalam menyaksikan film ini: mulai dari kostum, make-up dan tata artistik, musik kalem yang terinspirasi lagu2 gerejawi, sampai sinematografi cantik dan bersih dari Roger Deakins. This is a finely crafted movie, tidak membosankan, tidak membingungkan, dan mungkin film Joel & Ethan Coen yang paling mudah dinikmati—kali ini gw nggak pake garuk2 kepala lagi =D. Meski demikian "normal", film ini ternyata masih memuat perenungan yang cukup dalam. Gw menyadari ketika salah seorang teman movie blogger (ehem, mention gak yah yg punya curhatsinema itu? #eh) mem-point-out bahwa film2 Coen bersaudara kerap menampilkan nilai2 karma. Well, ternyata itu muncul juga di True Grit ini—bagusnya nggak terasa menggurui, bahwa apapun motivasinya, segala tindakan pasti ada konsekuensinya, tak terkecuali pada pihak yang kita (penonton) bela. Sekali lagi, di dunia ini tidak ada yang gratis, kecuali anugerah dari Tuhan. Well-pictured indeed.
My score: 8/10
wah ulasannya tajam sekali. banyak poin penting yang engga gue tangkap sebelumnya. jujur kalau gue, kok masih lebih suka dengan No Country for Old Men ya daripada yang ini, karena di NCfOM lebih ngaduk-ngaduk emosi dan lebih seru sih. tapi ya True Grit ini kayaknya emang perlu ditonton dua kali baru bener-bener paham ya.
BalasHapus@timo waduh, awas luka kalo tajem2 =P.
BalasHapusMemang benar True Grit ini film Coen yg "terlalu normal" tapi karena itu gw jadi mudah suka--gw nonton No Country For Old Men 2 kali pun masih angkat alis, hehehe.Sebaliknya bagi yg penggemar gaya antik mereka mungkin akan anggap film ini sedikit mengecewakan.
Terima kasih sudah mampir ya =)