Catatan Harian Si Boy
(2011 – Tuta Media/Masima Content-Channels/700 Pictures)
Directed by Putrama Tuta
Written by Priesnanda Dwisatria, Ilya Sigma
Produced by Putrama Tuta
Cast: Ario Bayu, Carissa Puteri, Poppy Sovia, Abimana Arya, Albert Halim, Paul Foster, Tara Basro, Onky Alexander, Didi Petet
Pertama-tama gw harus membuat pernyataan resmi bahwa gw nggak inget pernah menonton satu pun waralaba (lu kate minimarket, franchise kali malih) film Catatan Si Boy yang diproduksi sampai 5 film dalam rentang 1987 sampe 1991. Mungkin pernah liat di TV tapi kayaknya cuma sambil lalu, lagian diputernya gak sesering Warkop ^_^—gw cuman inget dulu Boy pernah ceritanya jadi wartawan majalah Hai, bener gak yah? In short, gw dengan sadar mengaku tidak paham dengan hype Mas Boy yang dibintangi Onky Alexander itu yang sepertinya masih terngiang di kalangan dewasa muda Indonesia saat ini (jujur gw tau Onky Alexander hanya sewaktu do’i —jiee “do’i”—membuat heboh dengan pernikahannya yang, well, “kontroversial” itu *ketauan dari dulu penggemar gosip =P*). Tadinya gw juga nggak terlalu menantikan proyek franchise terbaru Boy yang sekarang dibubuhi kata “harian” di tengah2nya ini. Dengan aktor2 yang lebih “update” dan juga sutradara yang menggunakan merek Boy ini sebagai debutnya, promosi film ini memang lumayan gencar mulai dari di Twitter sampai Tukul, eh ditambah lagi hasil press junket yang sepertinya sukses besar, akhirnya gw lumayan terpancing untuk menonton Boy baru ini, yah itung2 dalam rangka gak mau ketinggalan jaman gitu dech, saya memang kepo.
Jika membaca review2 (yang mayoritas positif) yang beredar, Catatan Harian Si Boy ini bukan remake atau reboot atau sekuel langsung. Tokoh utama film ini bernama Satrio (Ario Bayu), lalu ada cs-annya Heri a.k.a. Moy (Albert Halim), Andi (Abimana Arya...or Satya...or Setya...mana nih yg bener?) dan Nina (Poppy Sovia)—2,5 cowok ini kerja di bengkel mobil milik Nina. Lho bukan Boy? Memang bukan. Masih ada sedikit kaitan dengan tokoh Boy-nya Onky Alexander dan kawan2nya, tetapi sosok “Mas Boy” seperti dibuat hanya sebagai MacGuffin (halaah sok bikin istilah ala kritikus =P) alias alat penggerak plot untuk tokoh2nya yang lebih muda ini beraksi. Akan tetapi, *konon* karakter2 yang muda ini juga tidak sama sekali baru, karena mereka masih punya elemen2 dari tokoh2 yang ada pada film2 Boy yang dulu, ibarat jiwanya sama tetapi beda tubuh, zaman dan latar belakang, terutama pada penokohan Satrio dan Heri yang mirip Boy dan Emon (Didi Petet). Kalo gw bilang sih Catatan Harian Si Boy sebenarnya seperti reinkarnasi sekaigus spin-off dari “legenda” Boy, dapat berdiri secara mandiri, namun juga *kayaknya* tetap menampilkan berbagai rujukan ke film2 asli Boy di sana-sini.
Okay enough with the background, secara plot gw berani katakan bahwa Catatan Harian Si Boy ini masuk kategori yang nggak istimewa amat sebenernya, not really something I’m excited about. Tentang cinta dan persahabatan anak2 muda yang hidup dalam kekerenan gaya hidup ibukota. Seperti gw singgung, unsur “Boy” dalam film ini hanya semacam excuse untuk menggulirkan kisah tentang Satrio dkk. Satrio menawarkan bantuan buat cewek cantik bernama Tasha (Carissa Puteri) mencari seseorang bernama Boy, yang buku hariannya (yang ditulis semasa masih muda pastinya) senantiasa dipegang oleh ibunya Tasha, Nuke yang kini sedang sakit keras, dengan harapan pertemuan dengan Boy dapat memperbaiki kondisi sang ibu. Motivasi Satrio mau bantuin Tasha udah jelas dong. Nah, bumbu paling medhok dari pencarian ini adalah cinta segitiga: Tasha udah punya pacar bule duplikat Darius Sinathrya, Nico (Paul Foster) yang kaya dan gagah tapi mainannya sama preman. Ya, betul, kalo ada “preman” terlibat, akan ada tindakan kekerasan atas asas kecemburuan yang tidak hanya melibatkan Satrio tapi juga harus menguji persahabatannya dengan Heri, Andi dan Nina yang ikut keseret juga.
Ceritanya nggak terlalu istimewa, lantas apakah film ini jadi film biasa aja? Wo, belum tentu. Catatan Harian Si Boy adalah yang gw sebut sebagai film yang “film banget”—nggak harus bermakna negatif lho. Film ini punya eksekusi adegan yang sangat baik dan memang terlihat “niat bikin film” mulai dari sinematografi sampai tata artistik yang sesuai dengan kepribadian film ini yang muda dan bersemangat *atau bercemungudhz?*, dinamis tetapi rapi dan enak sekali dipandang, nggak kalah kok sama The Fast and The Furious, adegan balap pembukanya keren =). Usaha sutradara Putrama Tuta di film perdananya ini tampak menjanjikan karena mampu membuat sebuah sensasi yang keren sekaligus nyaman kala menonton film ini di bioskop, nggak terlalu maksa tapi nggak minder juga. Memang segala sesuatu yang terjadi di film ini agak terkesan too cool to be true, mengingat film ini menampilkan anak2 muda ibukota yang berpenampilan keren dan bisa (dan sudah biasa) melakukan apa yang mereka inginkan seakan tanpa beban, punya teman2 asik dan mengerjakan apa yang disuka namun tetap sejahtera—mungkin ini bentuk referensi/inkarnasi dari tokoh Boy dulu yang *konon* serba sempurna, kaya, ganteng, keren, keluarga baik2, gaul, disukai kaum cewek, dan relijius—tapi tak mengapa, karena permasalahan yang digulirkan masih bisa relate ke banyak orang. Toh ini juga bukan film yang terlalu serius, lebih ke menyenangkan apalagi dibubuhi dialog2 yang segar dan sesekali jenaka, gak ada yang salah dengan itu.
Nah selain tata visual, satu lagi faktor yang membuat film ini enjoyable adalah dari tokoh2 yang ada, baik dari penokohan lewat naskah maupun permainan aktornya. Gw suka dengan bagaimana tokoh2 ini ditempatkan, diperkenalkan dan ditonjolkan secara pas dan efektif, mudah mengundang simpati dan mudah diingat. Kesemuanya bermain cukup kompak dan secara individual pun nggak malu2in. Ario Bayu dapet lah coolnya, Carissa Puteri lumayan lah dapet emosi-tanpa-histeris-nya, Albert Halim dapet lah bancinya, Poppy Sovia dapet lah tough-without-being-a-bitch nya, dan favorit gw adalah tokoh Andi yg dimainkan Abimana Arya yang tampak cuek tapi ujarannya selalu “kena” tanpa maksa atau dibuat-buat. Awesome, dude! Bahkan cameo Roy Marten pun memberi efek yang signifikan meski hanya sebentar dan tanpa kata-kata. Casting yang bagus.
Maka Catatan Harian Si Boy ini bolehlah masuk dalam jajaran film Indonesia yang layak tonton. Apakah film ini akan menimbulkan impact sebesar Boy dulu atau at least Ada Apa Dengan Cinta dekade lalu, masih perlu diuji lagi. But overall, film ini memenuhi kriteria bagus sesuai porsinya sebagai film yang menghibur tanpa asal2an. Biarpun gw masih merasakan ceritanya agak lost di beberapa poin karena lebih fokus pada pribadi tiap2 tokoh yang pacenya lebih slow, tapi gak papa dah karena nggak kedodoran ketika kembali lagi ke jalurnya. Cerita mungkin biasa aja, keseluruhannya pun belum sampai menimbulkan kesan “wow” di hati gw, namun Catatan Harian Si Boy perlu diberi kredit pada penggarapan yang sangat niat dan rapi dan sedap dipandang, apalagi dari sutradara debutan. It’s about love, friendship, and coolness, and it’s harmless. PUNGUT!!! =P
My score: 7/10
Yep, opening scenenya gak kalah sama adegan balap2nya Fast and Furious. Cukup enjoyable!
BalasHapus@Esti, couldn't agree more =)
BalasHapus