Written & Directed by James Cameron
Produced by James Cameron, Jon Landau
Cast: Sam Worthington, Zoe Saldana, Sigourney Weaver, Stephen Lang, Michelle Rodriguez, Giovanni Ribisi, Joel Moore, CCH Pounder
Lupakan Transformers: Revenge of The Fallen! Lupakan 2012! Kalo mencari film dengan visual efek CGI dan sound dahsyat, tontonlah Avatar! Kalo memang mencari cerita dan penceritaan yang baik serta gambar2 menakjubkan, tontonlah Avatar! Film ini digarap James Cameron, si empunya film2 canggih seperti The Abyss, Terminator 1 &2, Aliens, dan tentu saja film yg ditonton segenap umat manusia di muka bumi, Titanic. Daftar filmografi ini terlihat bukan main2, kan? Avatar sebagai karya terbarunya 12 tahun setelah Titanic melanjutkan daftar film2 mahal dan sukses itu. Avatar memang diset sebagai film mahal (rumor budgetnya minimal 230 juta dolar AS) dan digadang-gadang sebagai pengalaman baru menonton film, apalagi dengan menggunakan teknologi yg lagi nge-tren: 3-Dimensi. Gw sih baru nonton versi 2-D ajah, tapi buzz film ini ternyata bukan sesumbar belaka. It is the movie everyone’s would and should watch.
Gw dengan senang hati mau menceritakan film ini, tapi kayaknya musti digambarkan dulu situasinya yg sebenernya lumayan kompleks . Di tahun 2154, sebuah perusahaan (dari bumi) menginginkan mineral yg terkandung di bawah tanah planet Pandora, planet mirip bumi nan asri tapi tanpa oksigen. Semua akan mudah seandainya di Pandora tidak ada penghuninya. Usaha pertambangan terhalangi oleh adanya makhluk pribumi mirip manusia, yg disebut Na’vi—berkulit biru, tinggi kurus, berekor, mata kuning dan hidung mirip harimau, serta peradaban yg “primitif”. Belum lagi, sumber mineral terbesar ada tepat di bawah pemukiman Na’vi suku Omaticaya. Agar mereka mau menyingkir, sudah lama ada program “diplomasi” dengan Na’vi yaitu mengirim beberapa ilmuwan untuk mendidik penduduk pribumi Pandora, termasuk bahasa Inggris yg timbal baliknya sekaligus memperlajari kehidupan Na’vi, caranya adalah ilmuwan ini memakai avatar—tubuh biologis Na'vi yg dibentuk dari gabungan DNA manusia dan Na’vi, yg bisa dikendalikan dari jarak jauh lewat sambungan otak manusia, semacam pindah tubuh pake alat kayak di The Matrix gitu deh, tubuh asli mereka sih nggak kemana-mana—agar dengan wujud tersebut mereka mudah membaur dan (berusaha) dapat dipercaya para Na'vi. Kalo cara ini gagal, perusahaan udah menyiapkan pasukan bersenjata yg siap sedia kapanpun juga...dasar kalo udah maunya ya...
Tokoh utama kita adalah Jake Sully (Sam Worthington), seorang pensiunan marinir berkursi roda, yg ditugaskan untuk menggunakan avatar yg harusnya milik kembarannya, Tommy yg tewas dirampok. Tadinya, pemimpin misi diplomasi, Dr. Grace Augustine (Sigourney Weaver) tidak suka, karena Jake bukanlah ilmuwan seperti Tommy, tapi pemimpin pertambangan, Parker Selfridge (Giovanni Ribisi) berkeras untuk mengajak Jake sebagai pengawal Grace dan Norm (Joel Moore) ketika masuk ke wiliayah Na’vi. Malapetaka pun terjadi, baru keluar pertama, mungkin gara2 kegirangan bisa berjalan pake tubuh avatar, Jake udah nyasar di hutan Pandora gara2 ketemu hewan buas. Di dalam hutan asing itu, ia bertemu dengan seorang Na’vi perempuan, Neytiri (Zoe Saldana) yg kemudian karena suatu “pertanda alam” membawa Jake ke hadapan pimpinan suku Omaticaya yg tak lain orang tua Neytiri. Para Na’vi juga ternyata ingin sedikit banyak mengadakan diplomasi dengan manusia yg notabene orang luar (disebut Orang Langit), tapi Jake dianggap istimewa karena dipilih oleh “dewa” mereka. Jake lalu dimentori oleh Neytiri mengenai kebiasaan dan cara hidup Na’vi terutama sebagai prajurit. Ini tentu saja akan memuluskan keinginan Dr. Grace untuk menggali lebih dalam tentang Na’vi. Namun pemimpin pasukan bersenjata, kolonel Quaritch (Stephen Lang) pun menuntut Jake untuk melaporkan tentang keadaan dan kelemahan Na’vi padanya—jadi triple agent deh. Semakin dalam memahami cara hidup Na’vi—yang sangat menyelaraskan diri dengan alam sekitar, Jake jadi kepincut (sama keeksotisan budaya Na'vi, dan juga sama Neytiri, obviously) bahkan ditahbiskan jadi bagian dari suku Omaticaya, maka ia pun dihadapkan pada dilema: ia jadi ada di pihak manusia yg menugaskannya, atau Na'vi yg belakangan jadi keluarga barunya. Pilihan itu pun harus segera diputuskan karena para manusia udah gatel untuk mengusir suku Omaticaya dari rumahnya yg memendam kekayaan mineral itu.
Gw jadi bingung mau mulai komentar dari mana, Avatar adalah sebuah film yg memiliki segalanya sebagai epik fantasi. Menyaksikan Avatar memiliki kesan yg kuat sebagaimana dulu pertama kali nonton Star Wars atau The Lord of The Rings, it’s just amazing. Planet Pandora digambarkan begitu menakjubkan dengan detil2 yg luar biasa. Dari segi visual efek pun Avatar udah menyikat film manapun yg tayang tahun ini, atau tahun sebelumnya. CGI nya keren, buanget! Lagian film ini sekitar 60%-nya adalah animasi CGI karena para Na’vi dan hewan2 Pandora memakai teknologi motion capture seperti Gollum di The Lord of The Rings, awesome. Belum lagi pemandangan Pandora, wow, ada gunung2 melayang yg mengingatkan gw sama manga Magic Knight Rayearth. Juga persenjataan dan kendaraan tentara manusianya, cool. Gila banyak banget yg perlu dipuji dari segi teknis film ini. Sinematografi, desain artistik, desain makhluk, editing, musik, sound, dan tak lupa cerita, semua bagouuus. Banyak juga yg diceritakan di film ini (tidak sesingkat ikhtisar gw di atas), cukup kompleks, jadinya durasi 2,5 jamnya pun agak kerasa, tapi semua adegan terpasang relevan dan tidak mubazir, dan yg penting , berkaitan satu dengan yg lain. Perang2 besar di bagian ending hanya akan jadi perang2an tanpa arti seandainya Jake (dan penonton) nggak punya "ikatan" dan kegaguman dengan dunia Na’vi yg dibangun dengan sangat baik dan kuat di rangkaian “orientasi kebudayaan Na'vi” yg dijalaninya.
look at that! @o@
Penceritaan/plot filmnya enak diikuti, walaupun sebenarnya ceritanya sendiri cukup familiar. Soal cowok “pendatang” yg diperkenalkan tentang dunia lokal sama cewek pribumi lalu saling jatuh cinta mirip sekali dengan Pocahontas, apalagi gambaran suku2 Na’vi memang sepertinya mengambil banyak elemen2 dari suku asli Amerika a.k.a. Indian. Soal orang asing yg mempelajari lalu menjadi bagian dari kehidupan pribumi dan kemudian jadi pemimpin, serta tentang manusia yg lebih mirip villain daripada aliennya, rasanya sudah ada di film2 lain, tapi oom James menjalinnya dengan indah dan tetap berkesan. Yg paling mengusik gw sebenarnya pada bagian perusahaan yg mencoba menawarkan “peradaban”—pendidikan, pembangunan—pada warga pribumi yg menurut mereka belum beradab, tapi semua itu hanya supaya mendapatkan apa yg mereka inginkan, ketika nggak bisa dapet, langsung nyolot pake kekerasan termasuk merusak alam, semua hanya demi fulus. Capitalism is evil.
Kalaupun ada kekurangan, mungkin dari segi penokohan yg terlalu jelas pembedaannya (yg baik dan jahat gampang ditebak di awal), dan akting para pemain yg nggak terlalu istimewa—tapi nggak papalah, sebagian besar film kan animasi yg ciamik, mumpuni, maknyuss, makblegender, endang bambang gulindang (lho kok jadi Wisata Kuliner). Endingnya pun rasanya cenderung predictable, karena makin jelas ini film kebajikan vs kejahatan. Namun apa mau dikata, keindahan gambar, ritme cerita yang pas, adegan action keren dan faktor2 lainnya udah benar2 menarik gw ke Pandora dan yg bisa gw lakukan cuman pasrah dan nikmati saja sajian di layar. Tak hanya sampai di situ, jika Titanic berhasil membuat kebanyakan penonton kagum akan visual efek sekaligus emosional akan tragedi cinta, maka Avatar pun sukes membuat gw takjub akan gambarnya, terlibat secara emosional pada tokoh2nya (terutama saat ----nya beberapa tokoh protagonis), serta kepikiran tentang makna filosofi di dalamnya—mengapa untuk mempertahankan kelangsungan kemanusiaan, manusia harus berlaku tak manusiawi.
Gw udah bertekad untuk nonton lagi, dalam format 3-Dimensi. Avatar memang film yang tak boleh di lewatkan, haram kalau di-skip begitu saja. Avatar successfuly defined the phrase epic fantasy: it is epic, and it is fantastic.
My score 8,5/10
~Scorenya segini dulu, kemungkinan akan berubah setelah gw nanti nonton dalam format 3D, yg konon katanya adalah “format yg sepantasnya”~
Produced by James Cameron, Jon Landau
Cast: Sam Worthington, Zoe Saldana, Sigourney Weaver, Stephen Lang, Michelle Rodriguez, Giovanni Ribisi, Joel Moore, CCH Pounder
Lupakan Transformers: Revenge of The Fallen! Lupakan 2012! Kalo mencari film dengan visual efek CGI dan sound dahsyat, tontonlah Avatar! Kalo memang mencari cerita dan penceritaan yang baik serta gambar2 menakjubkan, tontonlah Avatar! Film ini digarap James Cameron, si empunya film2 canggih seperti The Abyss, Terminator 1 &2, Aliens, dan tentu saja film yg ditonton segenap umat manusia di muka bumi, Titanic. Daftar filmografi ini terlihat bukan main2, kan? Avatar sebagai karya terbarunya 12 tahun setelah Titanic melanjutkan daftar film2 mahal dan sukses itu. Avatar memang diset sebagai film mahal (rumor budgetnya minimal 230 juta dolar AS) dan digadang-gadang sebagai pengalaman baru menonton film, apalagi dengan menggunakan teknologi yg lagi nge-tren: 3-Dimensi. Gw sih baru nonton versi 2-D ajah, tapi buzz film ini ternyata bukan sesumbar belaka. It is the movie everyone’s would and should watch.
Gw dengan senang hati mau menceritakan film ini, tapi kayaknya musti digambarkan dulu situasinya yg sebenernya lumayan kompleks . Di tahun 2154, sebuah perusahaan (dari bumi) menginginkan mineral yg terkandung di bawah tanah planet Pandora, planet mirip bumi nan asri tapi tanpa oksigen. Semua akan mudah seandainya di Pandora tidak ada penghuninya. Usaha pertambangan terhalangi oleh adanya makhluk pribumi mirip manusia, yg disebut Na’vi—berkulit biru, tinggi kurus, berekor, mata kuning dan hidung mirip harimau, serta peradaban yg “primitif”. Belum lagi, sumber mineral terbesar ada tepat di bawah pemukiman Na’vi suku Omaticaya. Agar mereka mau menyingkir, sudah lama ada program “diplomasi” dengan Na’vi yaitu mengirim beberapa ilmuwan untuk mendidik penduduk pribumi Pandora, termasuk bahasa Inggris yg timbal baliknya sekaligus memperlajari kehidupan Na’vi, caranya adalah ilmuwan ini memakai avatar—tubuh biologis Na'vi yg dibentuk dari gabungan DNA manusia dan Na’vi, yg bisa dikendalikan dari jarak jauh lewat sambungan otak manusia, semacam pindah tubuh pake alat kayak di The Matrix gitu deh, tubuh asli mereka sih nggak kemana-mana—agar dengan wujud tersebut mereka mudah membaur dan (berusaha) dapat dipercaya para Na'vi. Kalo cara ini gagal, perusahaan udah menyiapkan pasukan bersenjata yg siap sedia kapanpun juga...dasar kalo udah maunya ya...
Tokoh utama kita adalah Jake Sully (Sam Worthington), seorang pensiunan marinir berkursi roda, yg ditugaskan untuk menggunakan avatar yg harusnya milik kembarannya, Tommy yg tewas dirampok. Tadinya, pemimpin misi diplomasi, Dr. Grace Augustine (Sigourney Weaver) tidak suka, karena Jake bukanlah ilmuwan seperti Tommy, tapi pemimpin pertambangan, Parker Selfridge (Giovanni Ribisi) berkeras untuk mengajak Jake sebagai pengawal Grace dan Norm (Joel Moore) ketika masuk ke wiliayah Na’vi. Malapetaka pun terjadi, baru keluar pertama, mungkin gara2 kegirangan bisa berjalan pake tubuh avatar, Jake udah nyasar di hutan Pandora gara2 ketemu hewan buas. Di dalam hutan asing itu, ia bertemu dengan seorang Na’vi perempuan, Neytiri (Zoe Saldana) yg kemudian karena suatu “pertanda alam” membawa Jake ke hadapan pimpinan suku Omaticaya yg tak lain orang tua Neytiri. Para Na’vi juga ternyata ingin sedikit banyak mengadakan diplomasi dengan manusia yg notabene orang luar (disebut Orang Langit), tapi Jake dianggap istimewa karena dipilih oleh “dewa” mereka. Jake lalu dimentori oleh Neytiri mengenai kebiasaan dan cara hidup Na’vi terutama sebagai prajurit. Ini tentu saja akan memuluskan keinginan Dr. Grace untuk menggali lebih dalam tentang Na’vi. Namun pemimpin pasukan bersenjata, kolonel Quaritch (Stephen Lang) pun menuntut Jake untuk melaporkan tentang keadaan dan kelemahan Na’vi padanya—jadi triple agent deh. Semakin dalam memahami cara hidup Na’vi—yang sangat menyelaraskan diri dengan alam sekitar, Jake jadi kepincut (sama keeksotisan budaya Na'vi, dan juga sama Neytiri, obviously) bahkan ditahbiskan jadi bagian dari suku Omaticaya, maka ia pun dihadapkan pada dilema: ia jadi ada di pihak manusia yg menugaskannya, atau Na'vi yg belakangan jadi keluarga barunya. Pilihan itu pun harus segera diputuskan karena para manusia udah gatel untuk mengusir suku Omaticaya dari rumahnya yg memendam kekayaan mineral itu.
Gw jadi bingung mau mulai komentar dari mana, Avatar adalah sebuah film yg memiliki segalanya sebagai epik fantasi. Menyaksikan Avatar memiliki kesan yg kuat sebagaimana dulu pertama kali nonton Star Wars atau The Lord of The Rings, it’s just amazing. Planet Pandora digambarkan begitu menakjubkan dengan detil2 yg luar biasa. Dari segi visual efek pun Avatar udah menyikat film manapun yg tayang tahun ini, atau tahun sebelumnya. CGI nya keren, buanget! Lagian film ini sekitar 60%-nya adalah animasi CGI karena para Na’vi dan hewan2 Pandora memakai teknologi motion capture seperti Gollum di The Lord of The Rings, awesome. Belum lagi pemandangan Pandora, wow, ada gunung2 melayang yg mengingatkan gw sama manga Magic Knight Rayearth. Juga persenjataan dan kendaraan tentara manusianya, cool. Gila banyak banget yg perlu dipuji dari segi teknis film ini. Sinematografi, desain artistik, desain makhluk, editing, musik, sound, dan tak lupa cerita, semua bagouuus. Banyak juga yg diceritakan di film ini (tidak sesingkat ikhtisar gw di atas), cukup kompleks, jadinya durasi 2,5 jamnya pun agak kerasa, tapi semua adegan terpasang relevan dan tidak mubazir, dan yg penting , berkaitan satu dengan yg lain. Perang2 besar di bagian ending hanya akan jadi perang2an tanpa arti seandainya Jake (dan penonton) nggak punya "ikatan" dan kegaguman dengan dunia Na’vi yg dibangun dengan sangat baik dan kuat di rangkaian “orientasi kebudayaan Na'vi” yg dijalaninya.
look at that! @o@
Penceritaan/plot filmnya enak diikuti, walaupun sebenarnya ceritanya sendiri cukup familiar. Soal cowok “pendatang” yg diperkenalkan tentang dunia lokal sama cewek pribumi lalu saling jatuh cinta mirip sekali dengan Pocahontas, apalagi gambaran suku2 Na’vi memang sepertinya mengambil banyak elemen2 dari suku asli Amerika a.k.a. Indian. Soal orang asing yg mempelajari lalu menjadi bagian dari kehidupan pribumi dan kemudian jadi pemimpin, serta tentang manusia yg lebih mirip villain daripada aliennya, rasanya sudah ada di film2 lain, tapi oom James menjalinnya dengan indah dan tetap berkesan. Yg paling mengusik gw sebenarnya pada bagian perusahaan yg mencoba menawarkan “peradaban”—pendidikan, pembangunan—pada warga pribumi yg menurut mereka belum beradab, tapi semua itu hanya supaya mendapatkan apa yg mereka inginkan, ketika nggak bisa dapet, langsung nyolot pake kekerasan termasuk merusak alam, semua hanya demi fulus. Capitalism is evil.
Kalaupun ada kekurangan, mungkin dari segi penokohan yg terlalu jelas pembedaannya (yg baik dan jahat gampang ditebak di awal), dan akting para pemain yg nggak terlalu istimewa—tapi nggak papalah, sebagian besar film kan animasi yg ciamik, mumpuni, maknyuss, makblegender, endang bambang gulindang (lho kok jadi Wisata Kuliner). Endingnya pun rasanya cenderung predictable, karena makin jelas ini film kebajikan vs kejahatan. Namun apa mau dikata, keindahan gambar, ritme cerita yang pas, adegan action keren dan faktor2 lainnya udah benar2 menarik gw ke Pandora dan yg bisa gw lakukan cuman pasrah dan nikmati saja sajian di layar. Tak hanya sampai di situ, jika Titanic berhasil membuat kebanyakan penonton kagum akan visual efek sekaligus emosional akan tragedi cinta, maka Avatar pun sukes membuat gw takjub akan gambarnya, terlibat secara emosional pada tokoh2nya (terutama saat ----nya beberapa tokoh protagonis), serta kepikiran tentang makna filosofi di dalamnya—mengapa untuk mempertahankan kelangsungan kemanusiaan, manusia harus berlaku tak manusiawi.
Gw udah bertekad untuk nonton lagi, dalam format 3-Dimensi. Avatar memang film yang tak boleh di lewatkan, haram kalau di-skip begitu saja. Avatar successfuly defined the phrase epic fantasy: it is epic, and it is fantastic.
My score 8,5/10
~Scorenya segini dulu, kemungkinan akan berubah setelah gw nanti nonton dalam format 3D, yg konon katanya adalah “format yg sepantasnya”~
TOP
BalasHapusini cukup membantu tugas bahasa inggris saya,,
hehehehehheee