[Movie] Crouching Tiger Hidden Dragon: Sword of Destiny (2016)


Crouching Tiger, Hidden Dragon: Sword of Destiny
(2016 - The Weinstein Company/Netflix)

Directed by Yean Woo Ping
Screenplay by John Fusco
Based on the novel Iron Knight, Silver Vase by Wang Du Lu
Produced by Peter Berg, Charlie Nguyen
Cast: Michelle Yeoh, Donnie Yen, Natasha Liu Bordizzo, Jason Scott Lee, Harry Shum Jr., Eugenia Yuan, Roger Yuan, Juju Chan, Chris Pang, Woon Young Park, Darryl Quon, Veronica Ngo, Gary Young


Pada tahun 2000, sineas kelahiran Taiwan, Ang Lee menghasilkan sebuah film silat Tiongkok yang menjadi fenomena dunia, Crouching Tiger Hidden Dragon. Film ini diangkat dari seri novel silat karangan Wang Du Lu, yang kemudian dikemas sebagai film berbahasa Mandarin dengan pemain dan tim produksi dari berbagai negara. Selain laris, salah satu pencapaian terbesar film ini adalah mempopulerkan kembali genre silat ke Hollywood. Film ini menang empat Piala Oscar, termasuk Best Foreign Language Film, bahkan masuk nominasi Best Picture di tahun bersangkutan.

Kesuksesan film tersebut rupanya masih menyisakan ruang untuk dibuat kelanjutannya. Akhirnya, setelah 15 tahun, sekuelnya yang berjudul Crouching Tiger Hidden Dragon: Sword of Destiny diproduksi, namun dengan konsep dan tim produksi yang nyaris seluruhnya baru. Aktris Michelle Yeoh jadi sebagai satu-satunya pemain dari film pertama yang kembali melanjutkan perannya di film ini.

Kursi sutradaranya kini diisi oleh sineas China, Yuen Woo Ping, yang pernah jadi penata koreografi laga untuk film pendahulunya—juga untuk film-film Hollywood terkenal sepertiThe Matrix dan Kill Bill. Film ini pun menampilkan pemain dari berbagai negara, dan diproduksi oleh studio Hollywood, The Weinstein Company, bersama situs Netflix. Film ini memang disiapkan untuk diputar eksklusif di layanan video streaming tersebut, tetapi juga diputar terbatas di bioskop format IMAX di beberapa negara, termasuk Indonesia.

Pedang pusaka Green Destiny masih jadi rebutan. Demi keamanannya, pedang ini disimpan di rumah keluarga bangsawan Te di ibukota Peking. Yu Shu Lien (Michelle Yeoh) bertugas untuk menjaga pedang tersebut sepeninggal kakak seperguruan sekaligus orang yang dicintainya, Li Mu Bai (dulu diperankan Chow Yun Fat). Namun, upaya pencurian oleh Wei Fang (Harry Shum, Jr.), pemuda suruhan Hades Dai (Jason Scott Lee) dari West Lotus membuat Shu Lien terpaksa meminta bantuan. Maka datanglah lima pendekar sakti yang sudi menjaga pedang tersebut, temasuk salah satunya Silent Wolf (Donnie Yen), mantan tunangan Shu Lien yang tadinya dianggap sudah mati.

Tetapi, lagi-lagi pedang Green Destiny tak hanya menarik satu pihak saja. Seorang gadis misterius bernama Snow Vase (Natasha Liu Bordizzo) juga terlihat tertarik dengan pedang tersebut, karena ia punya dendam pribadi pada Hades Dai. Melihat potensinya, Shu Lien pun mulai melatihnya. Tetapi, mereka harus berpacu dengan waktu karena Hades Dai dan suruhannya mulai berani mengarah ke ibukota secara terang-terangan, dan tega menyingkirkan siapa pun yang menghalanginya merebut Green Destiny.

Sebagai sebuah kelanjutan dari Crouching Tiger Hidden Dragon yang telanjur terkenal, Sword of Destiny adalah film yang sangat berbeda dari berbagai segi. Perbedaan yang kasatmata adalah dari cara produksinya. Film ini memang dibuat dengan mindset Hollywood, produksinya dilakukan sebagian besar di Selandia Baru, dialognya diucapkan dalam bahasa Inggris—untuk versi bioskop Indonesia disulih suara bahasa Mandarin, serta lebih banyak polesan animasi CGI.

Jika film pertamanya lebih beratmosfer realis dengan bantuan efek visual Hollywood, maka gaya visual Sword of Destiny lebih dekat kepada film-film silat fantasi produksi China dan Hong Kong yang marak di era milenium. Bukan berarti jelek, apalagi efek visualnya termasuk rapi, tetapi memang akan sangat berbeda dari film pertamanya.

Tak hanya itu, dari segi cerita film ini punya daya tarik yang berbeda. Bila dibandingkan, salah satu hal yang membuat film pertamanya berbeda dari film-film silat sejenis adalah penekanan pada sisi drama dan karakternya yang mendalam, selain dari pameran aksi laga fantastisnya. Sementara Sword of Destiny tidak dapat mengulangi hal yang sama. Film ini praktis hanya terfokus pada perebutan Green Destiny, karena penggalian karakternya yang tidak sedalam film pertama.

Sword of Destiny kemudian menjadi sebuah film silat yang nyaris tak berbeda dengan film-film sejenis. Film ini menampilkan hal-hal klise dari segi cerita dan latar belakang karakter, plot digerakkan oleh dendam dan kekuasaan yang dilambangkan dengan benda pusaka, hubungan kompleks guru dan murid, hingga adanya adegan pertarungan para pendekar lawan preman di warung makan. Pengulangan subplot dari film pertamanya, yaitu adanya percikan romansa antara sepasang pendekar senior dan sepasang pendekar juniornya juga tidak bisa memberi dampak yang sama di film ini.

Meski seperti kehilangan benang merah dari film pertamanya, baik dari segi visual maupun kualitas cerita, Sword of Destiny sebenarnya tetap mampu tampil sebagai tontonan yang memikat. Daya tarik utama film ini tentu saja tertuju pada adegan-adegan pertarungan silatnya. Film ini tetap sanggup memunculkan beberapa adegan pertarungan yang atraktif dan berpotensi ikonik, khususnya pertarungan antara Silent Wolf, Wei Fang, dan Iron Crow (Roger Yuan) di atas lempengan es. Dan, untungnya film ini masih bisa mengendalikan diri dalam adegan pertarungan besar pamungkasnya sehingga tidak jadi berantakan atau berlebihan.

Pada akhirnya, Sword of Destiny memang tidak bisa menyamai level pencapaian film pertamanya, khususnya dalam menghadirkan cerita yang lebih dari soal perebutan pedang, dendam, dan pertarungan. Akan tetapi, film ini tetap punya daya pikat tersendiri sebagai tontonan yang mampu menghibur lewat cerita yang ringan dan penataan adegan yang apik.




My score: 7/10

Tulisan ini pertama kali diterbitkan di Muvila.com

Komentar