[Movie] Attack on Titan (2015)


進撃の巨人 ATTACK ON TITAN (Shin'geki no Kyojin)
Attack on Titan
(2015 - Toho)

Directed by Shinji Higuchi
Screenplay by Yuusuke Watanabe, Tomohiro Machiyama
Based on the comic series by Hajime Isayama
Produced by Yoshihiro Sato
Cast: Haruma Miura, Kanata Hongo, Kiko Mizuhara, Hiroki Hasegawa, Takahiro Miura, Nanami Sakuraba, Satoru Matsuo, Satomi Ishihara, Pierre Taki, Jun Kunimura, Ayame Misaki, Rina Takeda, Shu Watanabe


Entah berapa kali nyebutin bahwa buat gw perfilman Jepang zaman sekarang itu kurang menarik, baik dari tema-tema yang diangkat maupun kualitas hasil akhir film-filmnya. Paling terlihat adalah dari film-film komersialnya, yang dalam dekade terakhir ketularan Hollywood dengan banyak mengadaptasi komik dan anime laris (atau pun yang nggak laris) jadi film live action. Gw nggak bilang semuanya jelek, ada yang bagus seperti Always: Sunset on the Third Street atau yang nggak malu-maluin seperti Rurouni Kenshin. Tapi, gw juga melihat beberapa contoh yang belum bisa meng-konversi kualitas komik atau anime yang terkenal itu menjadi film live action yang sama bagusnya, atau bahkan jadi "film bagus"--tanpa terkait sumber aslinya--juga belum bisa. Attack on Titan menjadi contoh teranyarnya.

Gw rasa sih sedari awal keputusan Attack on Titan jadi live action udah keliru. Some manga material does not need to be adapted into live action, apalagi kalau memang tidak sanggup membuat sebuah gebrakan berarti. Oke, sebenarnya gw nggak kenal sama komik atau anime Attack on Titan, tetapi gw bisa baca bahwa konsep dan premis utamanya cukup absurd: sebuah komunitas terakhir di bumi harus berjuang melawan kembalinya para raksasa pemangsa manusia yang dahulu jadi alasan mereka sekarang hidup di dalam benteng berbagai lapis. Raksasanya pun sebenarnya orang juga tapi dalam ciri-ciri mirip mutan percobaan gagal gitu. Oh, dan sebenarnya seting-nya tuh ke-Eropa-Eropa-an dengan hanya ada satu tokoh dari Jepang, yaitu si Mikasa (nama cewek, bukan merek bola voli).

Lalu bagaimana caranya ketika diadaptasi ke live action oleh studio di Jepang? Screw everything dan biarlah semua tokohnya berwajah Jepang dengan nama aneh-aneh. Well, that besides the point karena anggaplah ini film fantasi, tapi itu hanyalah salah satu desperate steps yang dilakukan oleh pembuat film ini untuk keukeh bagaimanapun caranya film adaptasi Attack on Titan bisa terwujud, dan dipecah dalam dua part, I mean like seriously? Emang jelas-jelas cuma mau memperalat sebuah materi terkenal untuk ngeruk duit kan?

Yang bisa gw nilai Attack on Titan (bagian pertama) ini adalah bahwa, emmm, level imajinasi dari konsep film ini tidak sama dengan level kemampuan dalam bercerita si pembuat filmnya. Agak jahat memang, tapi itu yang gw temukan. Maksud gw, dengan teknologi dan (sepertinya) biaya tinggi yang digunakan, penuturan film ini masih kayak bikin film era Godzilla tahun 1950-an. Kok ya masih aja bikin tokoh-tokoh berkelakuan bodoh yang banyak bengong-bukannya-lari saat ada dalam bahaya kayak tokoh-tokoh di film-film horor? Kok ya masih aja bikin adegan klise memperkenalkan karakter tambahan dengan cara rombongan dan berharap itu jadi 'emosional'? Dan dengan keleluasaan efek visual, kok ya bikin adegan-adegan laganya nggak bisa dibikin jelas dan setidaknya enak dilihat? Ini pun gw belum menyentuh karakterisasinya yang nggak bikin simpati sama sekali, karena dibikin bodoh-bodoh tadi. Boro-boro menyentuh unsur metafora sosialnya. Mending kalau filmnya lucu, lha ini sok serius banget malah..

Heran aja, ketika sudah ada live action Rurouni Kenshin yang peduli sama karakterisasi, adegan laga yang enak dilihat, serta punya sense of urgency yang wajar, Attack on Titan seolah belum move on dari penggarapan ala serial tokusatsu di TV yang simplisitik dan karikatural. Gw pun kemudian mengecek dan menemukan salah satu sebabnya: mungkin ini karena sutradaranya Shinji Higuchi memang segitu aja gayanya, sama seperti film disaster garapannya yang pernah gw tonton dulu, The Sinking of Japan (2006) yang oh-Tuhan-klisenya-bukan-main. Gw termasuk orang yang menganggap bahwa mengadaptasi komik atau anime Jepang dalam bentuk live action memang nggak boleh sembarang dan digampangkan--apalagi cuma bikin 'reka ulang' animenya because that would've been stupid, karena most of the time komik dan anime itu punya kompleksitas tersendiri yang bahaya kalau tidak diterjemahkan dengan benar. Kalau nggak bisa menangani ini, dan menerjemahkannya dalam sebuah tontonan yang layak sebagai sebuah 'film' utuh dan meyakinkan, mending nggak usah. 

Attack on Titan bagian pertama sebenarnya punya benang merah plot yang gampang diikutin, dan cukup memenuhi syarat untuk jadi sebuah tontonan layar lebar karena pertaruhannya yang besar. Itu pun didukung oleh production value yang cukup mewah, dari bangunan set dan kostum yang cukup serius dan efek visual yang juga termasuk canggih. Konsep para raksasa titan pun cukup bisa diterima walau terkadang terlihat kocak. Tapi, sayangnya semua itu kayak di-abuse oleh penyampaian cerita dan karakterisasi yang sangat lame, pengadeganan yang bikin gemetz saking kadaluarsanya, serta beberapa detail yang penting tapi cuma sambil lalu--semisal bagaimana teknik para pembasmi raksasa itu untuk lompat sana sini. Karena faktor itu semua, di mata gw film ini cuma film hore-hore sok cool yang tujuannya cuma eksploitasi merek terkenal dengan cara 'seadanya'. Nggak yakin juga mau lanjut ke bagian keduanya, Attack on Titan: End of the World, kecuali untuk tahu bagaimana lagi cara film ini masukkin lagu karaoke bokap-nyokap kita, "End of the World" di film selanjutnya setelah di film ini ada yang mainin lagu itu di piano rusak. Why...does the sun...go on shining....





My score: 5,5/10

Komentar

Posting Komentar